DIMENSI SOSIAL DALAM IBADAH QURBAN
Makalah
Ditujukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir Ibadah
Dosen Pengampu :
Agus Salim, Lc.,
M. Th.I.
Oleh:
Joko Supriyanto
NIM :
2013.01.01.141
PROGRAM STUDI
ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM (STAI) AL ANWAR
SARANG REMBANG
2015
DIMENSI SOSIAL DALAM IBADAH QURBAN
Oleh : Joko Supriyanto
I. Pendahuluan
Selain ibadah haji, pada bulan
Dzulhijjah umat Islam merayakan hari raya Idul Aḍḥa. Lantunan takbir beriringan
menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak
kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung dan tidak ada
yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam. Pada hari itu,
kaum muslimin selain dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rekaat, juga
dianjurkan untuk menyembelih binatang Qurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban
ini bermula dari kisah penyembelihan Nabi Ibrahim `Alayhi al-Salām kepada
putra terkasihnya yaitu Nabi Ismail `Alayhi al-Salām.
Peristiwa ini memberikan kesan yang
mendalam bagi kita. Betapa tidak. Nabi Ibrahim yang telah menunggu kehadiran
buah hati selama bertahun-tahun ternyata diuji oleh Allah untuk menyembelih putranya
sendiri. Nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Allah
Subḥanahu wa Ta'ala atau
mempertahankan buah hati dengan konsekuensi tidak mengindahkan perintahNya.
Sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena didasari ketakwaan yang kuat,
perintah Allah tetap dilaksanakan. Dan pada akhirnya, Nabi Ismail tidak jadi
disembelih dan digantikan seekor domba gemuk oleh Allah Subḥanahu wa Ta'ala.
Kisah mengharukan ini juga diabadikan dalam al Quran yang nantinya akan
kami jelaskan.
Bila untuk Nabi Ibrahim Allah Subḥanahu
wa Ta'ala mengujinya dengan meminta anaknya. Dari kita Allah Subhanahu
wata’ala hanya meminta agar untuk mengorbankan kambing, sapi, unta dan
hewan ternak lainnya. Alangkah malunya kita kepada bapak para nabi yang bersedia
mengorbankan anaknya untuk mentaati Allah, sedangkan kita enggan sekedar
menyisihkan sedikit rezeki sebagai bukti ketaatan kita kepadaNya. Padahal
segala karunia yang kita miliki adalah pemberian dariNya, milikNya dan pasti
akan dikembalikan kepadaNya juga. Hanya saja pilihan ada ditangan kita, apakah
segala nikmat berupa rezeki ini akan kita kembalikan kepada Allah dengan suka
rela dalam wujud ketaatan, atau kita menunggu diambil paksa olehNya.
Semoga kita diberi kemudahan untuk
melaksanakan syariat yang mulia ini, yaitu berkurban, untuk mendekat diri
kepada Allah Subḥanahu wa Ta'ala. Karena memang dalam ibadah ini banyak
manfaat dan hikmahnya serta dimensi yang ada di dalamnya juga tidak dalam
dimensi ketuhanan saja namun juga terdapat dimensi sosialnya.
Oleh karena itu dalam makalah yang
sederhana ini, kami akan mencoba menjelaskan tentang hakikat berqurban, manfaat
dan hikmahnya serta dimensi ketuhanan dan sosial yang ada di dalamnya dengan
diserti dalil hadis dan al-Qur’an sebagai penguat.
II.
Surat al-Kauthar Ayat 1-3 Tentang Perintah Berqurban
A.
Pengertian Qurban
Qurban secara bahasa adalah pendekatan diri.
Sedangkan secara istilah ialah penyembelihan hewan untuk mendekatkan diri
kepada Allah Subḥanahu wa Ta’ala serta sebagai tanda kepatuhan kita
terhadapNya. Penyembelihan qurban itu biasanya dilakukan pada waktu dhuha
setelah shalat ‘Id, sehingga disebut Uḍḥiyyah. Atau biasa disebut Ḍoḥḥiyyah
yang berarti hewan-hewan yang diqurbankan.[1]
B.
Lafal Surat al-Kauthar Ayat 1-3
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
(1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3) [2]
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang
membenci kamu dialah yang terputus.
C. Asbāb
al-Nuzūl dan Penjelasan Lafal
Al-Mukhtar
meriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah Ṣalla Allah
‘Alayhi wa Sallam mengantuk sejenak, lalu beliau mengangkat kepalanya
sambil tersenyum, baik beliau yang berkata kepada mereka atau maupun mereka
yang bertanya kepada beliau, Mengapa engkau tertawa ya Rasulullah? Rasulullah
menjawab, ‘Sesungguhnya baru saja turun surat kepadaku, ‘Kemudian beliau
membaca : بسم الله الرحمن الرحيم انّا
اعطيناك الكوثرsampai akhir
ayat. Lalu beliau bertanya, ‘Tahukah kalian, apakah al-Kauthar itu? Mereka
menjawab, Allah dan RasulNya yang lebih tahu.’ Beliau bersabda, ‘Ia adalah
sungai yang diberikan Rabbku kepadaku di Surga, padanya terdapat banyak kebaikan,
dimana pada hari kiamat kelak umatku akan hilir mudik ke sungai itu. Bejananya
sebanyak jumlah bintang di Langit, lalu ada seorang hamba dari mereka yang
gemetarn, maka aku katakan, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya dia termasuk umatku.’ Kemudian dikatakan
kepadaku,‘Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka lakukan
sepeninggalmu.’
Demikianlah yang diriwayatkan oleh al-Mukhtar. Hadis ini juga diriwayatkan oleh
Abu Dawud dan Nasa’i.[3]
Firman Allah Ta’ala,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ maksudnya
adalah setelah Kami memberimu kebaikan yang banyak di dunia dan akhirat, di
antaranya adalah telaga al-Kauthar, maka tulus ikhlaslah dalam menjalankan
shalat wajib dan sunnahmu serta dalam berqurban hanya untuk Rabbmu.
Beribadahlah hanya kepadaNya dan berqurbanlah dengan menyebut namaNya.[4]
Hal ini untuk membedakan apa yang terjadi di kalangan orang-orang musyrik yan
berupa sujud kepada selain Allah dan berqurban dengan menyebut selain nama
Allah.
Ibnu
Abbas berpendapat bahwa berqurban tidak hanya bisa dilakukan dengan harta,
namun bisa juga dilakukan dengan tenaga dan semisalnya.[5]
Namun menurut kami berqurban itu ada tingkatannya. Berqurban yang lebih baik
adalah dengan menggunakan harta, jika tidak bisa baru menggunakan tenaga dan
jika tidak bisa maka boleh menggunakan yang laiannya seperti doa.
Kemudian
firman Allah Ta’ala, إِنَّ
شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ maksudnya
adalah pemberitahuan kepada Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa
Sallam bahwa sesunguhnya orang-orang yang membencinya dan
membenci apa yang dibawanya dari Rabbnya, mereka adalah orang yang terputus,
yang paling sedikit jumlahnya, dan paling hina. Demikian yang disebutkan oleh
Ibnu Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, dan Qatadah.[6]
D. Penjelasan
Global Ayat
Dari
uraian di atas dapat diketahui bahwa kita diperintahkan untuk bersyukur atas
nikmat-nikmat yang telah diberikan kepada kita. Kita bisa bersyukur dengan cara
melaksanakan apa yang diwajibkan kepada kita dan melengkapinya dengan
kesunahan-kesunahan yang ada. Di samping itu kita juga tidak boleh
menyekutukannya dengan apapun.
Kedua,
kita diperintahkan untuk berqurban dengan apa yang kita miliki. Jika kita
memiliki harta, maka kita berqurban dengan harta kita dan jika kita memiliki
tenaga maka kita berqurban dengan tenaga kita. Akan tetapi jika kita tidak
mempunyai keduanya maka kita bisa berqurban dengan cara yang lain seperti
mendoakan.
Ketiga,
surat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang mengingkari Rasulullah Ṣalla
Allah ‘Alayhi wa Sallam dan apa yang dibawa dari Rabbnya, maka orang-orang
tersebut termasuk dalam kelompok orang yang terputus, tidak memiliki keturunan
atau penerus, tergolong dalam kelompok orang yang sedikit dan hina.
III. Surat al-Hajj Ayat
37 Tentang Qurban Yang Diterima
A.
Lafal Surat al-Hajj ayat 37
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا
وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا
اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ[7]
Daging-daging unta dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari
kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk
kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
B.
Penjelasan Lafal
Lafal لن ينال الله لحومها ولا
دماؤها
artinya adalah tidak akan sampai kepada Allah sedikitpun daging dan darah dari
hewan yang diqurbankan, ولكن يناله التقوى منكم
akan tetapi yang akan sampai pada Allah adalah amal saleh yang ikhlas dengan
disertai iman. Jadi jika seseorang beramal tanpa adanya iman walaupun ia
ikhlas, ia tidak akan mendapatkan balasannya diakhirat kelak, ia hanya akan
mendapatkan balasan dari kebaikannya saat ia masih di dunia. Kemudian lafal على ما هداكم yang diartikan atas
hidayahNya, maksudnya yaitu atas petunjukNya yang telah membimbing kita
sehingga kita dapat mengetahui tanda-tanda agama dan manasik haji.[8]
C.
Asbāb al-Nuzūl dan Penjelasan Makna Ayat
Allah Subḥanahu
wa Ta’ala berfirman bahwa Dia mensyariatkan penyembelihan unta-unta ini
adalah agar mereka mengingatNya ketika menyembelih (ingat akan nikmat-nikmat
yang telah diberikan Allah kemudian mensyukurinya dengan berqurban dengan
menyebut nama Yang Maha Memberi Kenikmatan).[9]
Dalam
berqurban itu tidak ada sedikit pun daging dan darah yang sampai kepadaNya,
karena Allah Maha Kaya dan tidak membutuhkan dari selainNya. Akan tetapi yang
sampai adalah bentuk amal dan ketakwaan kita.
Sebagaimana
keterangan dalam hadis:
إن الله لا ينظر إلى صوركم وأموالكم ولكن ينظر إلى
قلوبكم وأعمالكم[10]
Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk tubuh kalian dan harta kalian, akan tetapi Allah memandang kepada hati dan
amal kalian.
Sesungguhnya
dahulu di Masa Jahiliyah jika mereka menyembelih binatang untuk ilah-ilah
mereka, mereka meletakkan daging-daging binatang qurban dan melumurkan darahnya
ke berhala-berhala tersebut. Kemudian salah satu sahabat menyatakan bahwa
golongannyalah yang pantas melakukan itu. Untuk menyikapi hal demikian, kemudian
turunlah ayat ini.[11]
IV.
Hukum
Berqurban
Jumhur Ulama’ dan Fuqaha’ sepakat kalau
hukum berqurban itu sunnah muakkad.[12]
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi juga dari Ibnu
Abbas berikut ini :
عن ابن عبّاس انّه قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم
ثلاث هنّ عليّ فرائض ولكم تطوع النحر والوتر وركعتا
الضحى[13]
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya
Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam bersabda : ada tiga perkara
yang diwajibkan bagi saya tetapi hanya sunnah bagi kamu sekalian: berqurban,
shalat witir dan shalat Ḍuha dua rakaat.
Al-Baihaqy
juga meriwayatkan dari sanad lain dengan dengan susunan matan sebagai berikut :
كتب علي النحر ولم يكتب عليكم وأمرت بصلاة الضحى ولم
تؤمروا بها[14]
Diwajibkan atas saya dan tidak diwajibkan
atas kalian, diwajibkan atasku shalat Ḍuha dan tidak diwajibkan atasmu.
Selain ibadah zakat, berqurban yang terjadi
bertepatan dengan Idul Adha ini adalah momentum amat penting dalam kehidupan
beragama yang tidak hanya menarik garis lurus secara vertikal, tetapi juga
horizontal. Artinya, ibadah yang tidak hanya mampu menjalin hubungan dengan
Allah Subḥanahu
wa Ta’ala tetapi juga mengandung implikasi sosial.
Penyembelihan hewan qurban yang bertitik tolak pada kisah nabi Ibrahim dan
putranya nabi Ismail tersebut, menyimpan makna yang bernilai agung, terutama
bagi kaum muslimin yang memiliki kekayaan dan pendapatan yang melebihi
keperluan hidup keluarganya, agar dapat menyumbangkan sebagian hartanya berupa
hewan qurban sebagai manifestasi untuk mendekatkan diri kepada Allah Subḥanahu
wa Ta’ala sekaligus menjalin keharmonisan dengan sesamanya, terutama mereka
yang selalu dihimpit dengan kesengsaraan dan kekurangan.
Peristiwa penyembelihan kambing oleh
nabi Ibrahim telah berlangsung ribuan tahun yang lalu. Peristiwa tersebut terus
diabadikan dan dilestarikan oleh umat Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam
dengan motif sebagaimana tersebut dalam surat al-Kauthar ayat 1-3 sebagai mana
yang telah dijelaskan.
Ibadah qurban tidak hanya dikenal dalam
Islam. Artinya, agama yang lain pun menuntut umatnya untuk mengorbankan
hartanya untuk Tuhan. Namun di dalam Islam, bukan daging atau darahnya yang
diserahkan kepada Tuhan tapi keikhlasan berkorbanlah yang dinilai oleh Tuhan.
Sementara dagingnya dibagikan kepada sesama guna dimanfaatkannya.
Tradisi qurban di luar Islam biasanya
dibudayakan pada saat-saat tertentu sebagai persembahan kepada Tuhan mereka
dengan harapan Tuhan akan mengabulkan doa dan harapan mereka. Cara yang
dilakukan pun tidak menggambarkan etika penghormatan terhadap Tuhan. Misalnya
dengan menyiramkan darah binatang yang disembelih ke dinding tempat peribadatan
dan dagingnya dilemparkan ke depan pintunya. Mereka beranggapan bahwa Tuhan
menghendaki darah dan daging tersebut. Bahkan tradisi qurban mereka ada yang
merugikan diri mereka, seperti tradisi pengorbanan anak-anak mereka.
Dengan demikian, maka qurban disamping
mengandung dimensi keTuhanan juga mengandung dimensi kemanusiaaan. Dimensi
kemanusiaan terlihat dengan distribusi hewan qurban pada yang berhak. Dimensi
ini pun tidak akan mempunyai nilai apa-apa di hadapan Allah Subḥanahu wa
Ta’ala manakala tidak disertai refleksi takwa kepadaNya. Artinya, bentuk
solidaritas sosial yang diwujudkan melalui qurban itu ditunaikan dalam rangka
menunaikan anjuran Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam dan
diniatkan hanya mencari keridhaan Allah Subḥanahu wa Ta'ala dengan penuh
keikhlasan dan keimanan.
Lebih dari itu, nilai pembagian daging qurban
kepada manusia yang berhak jika diambil makna yang lebih dalam lagi, adalah
merupakan upaya terapi psikologis atas kesenjangan sosial antara orang kaya dan
orang miskin, serta antara orang yang tercukupi dan orang yang kekurangan.
Ibadah qurban sebagai wahana hubungan yang dilandasi oleh rasa memiliki
kemanusiaan, sehingga menumbuhkan kasih antar sesama. Inilah ibadah yang
mencerminkan pesan Islam, dimana manusia dapat dekat dengan Tuhannya bila ia
mendekati saudara-saudaranya yang berkekurangan.[15]
VI. Manfaat dan Hikmah Berqurban
A. Manfaat Qurban
Bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang
mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat dianjurkan untuk berqurban. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam al-Qur’an :
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا
تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ[16]
Engkau tidak akan mendapatkan kebajikan
yg sempurna sebelum menafkahkan harta yg engkau cintai.
Adapun sebagian kecil manfaat qurban adalah :
1. Orang
yang berqurban akan mendapat limpahan keriḍaan dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا
دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ[17]
Daging-daging kurban dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang
dapat mencapainya.”
2. Merupakan
pencerah jiwa karena dengan berqurban berarti jiwa kita terhubung dengan
ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا[18]
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketaqwaan.
Jadi, seseorang tidak akan pernah sampai kepada
ketaqwaan dan tidak akan memperoleh keimanan yang sejati, bila kecintaannya
kepada dunia mengalahkan kecintaannya kepada Allah Subḥanahu wa Ta'ala dan RasulNya.
3. Dapat
memupuk keikhlasan, kejujuran dan kesabaran yang membimbing kita mencintai
Allah dan akhirnya juga mencintai makhluk ciptaanNya.
4. Mempererat
tali persaudaraan kepada sesama manusia serta sikap solidaritas yang tinggi,
dan
5. Memperkuat
keteguhan hati dan jiwa dalam diri kita.
B. Hikmah Berqurban
1. Mendapat kebaikan dari setiap helai bulu hewan yang diqurbankan.
عن زيد بن أرقم قال قلت أو قالوا يا رسول الله ما هذه
الأضاحي قال سنة أبيكم إبراهيم قالوا ما لنا منها قال بكل شعرة حسنة قالوا يا رسول
الله فالصوف قال بكل شعرة من الصوف حسنة[19]
Dari Zaid ibn Arqam, ia
berkata: “Wahai Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam, apakah qurban
itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi
Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban
itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”
Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai
bulunya juga satu kebaikan.”
2. Berqurban adalah ciri keislaman seseorang.
عن أبي هريرة أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم قال من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا[20]
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam bersabda: “Siapa yang
mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah
ia mendekati tempat shalat kami.”
3. Ibadah qurban adalah salah satu ibadah yang paling disukai
oleh Allah.
عن عائشة أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من
إهراق الدم إنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها وأن الدم ليقع من
الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا[21]
Dari Aisyah,
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban
yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan
qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang
lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya
darahnya akan sampai kepada Allah (sebagai qurban, bukan ẓahirnya) di
manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka
ikhlaskanlah menyembelihnya.”
4. Berqurban membawa misi kepedulian
pada sesama, terutama untuk menggembirakan kaum ḍuafa.
فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ[22]
Maka makanlah sebagiannya (daging kurban) dan berilah
makan orang yang
merasa cukup dengan apa yang ada padanya
(yang tidak meminta-minta) dan orang yang
meminta.
5.
Berqurban termasuk ibadah yang paling utama.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ[23]
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah.
6.
Berqurban
adalah sebagian dari syiar agama Islam.
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ
مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا
وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ[24]
Dan bagi
tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah
kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah
dirilah kamu kepadaNya. Dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).
7.
Mengenang ujian
kecintaan dari Allah kepada Nabi Ibrahim `Alayhi al-Salām.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ
إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ
يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ
الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103)
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ
(106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)[25]
Maka tatkala
anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia
menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya
telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya),
(nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,
sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar
suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar.
VII.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, bisa diketahui
bahwa qurban ialah penyembelihan hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subḥanahu
wa Ta’ala serta sebagai tanda kepatuhan dan rasa syukur kita terhadapNya.
Allah telah memerintahkan kita dengan jelas untuk berqurban sebagai mana yang
ada dalam surat al-Kauthar ayat 2.
Dalam berqurban
tidak hanya bisa dilakukan dengan harta, namun bisa juga dilakukan dengan
tenaga dan semisalnya. Berqurban itu ada tingkatannya. Berqurban yang lebih
baik adalah dengan menggunakan harta, jika tidak bisa baru menggunakan tenaga
dan jika tidak bisa maka boleh menggunakan yang laiannya seperti doa.
Selain itu itu kita juga tahu bahwa orang-orang yang mengingkari
Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam dan apa yang dibawa dari
Rabbnya termasuk berqurban, maka orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok
orang yang terputus, tidak memiliki keturunan atau penerus, tergolong dalam
kelompok orang yang sedikit dan hina.
Dalam berqurban tidak sedikit pun daging dan
darah yang akan sampai kepada Allah Yang Maha Kaya, akan tetapi yang sampai
adalah bentuk amal dan ketakwaan kita. Hukum berqurban adalah sunnah muakkad.
Ibadah qurban merupakan ibadah yang dalam
pengaplikasiannya, selain terdapat dimensi ketuhanan, juga terdapat dimensi
sosialnya, karena ibadah qurban ini banyak manfaatnya terhadap orang lain
terutama kaum ḍuafa’ serta bisa menimbulkan solidaritas yang tinggi
antara sesama muslim, dan untuk orang yang berqurban tentunya banyak pahala
yang ikan ia dapatkan. Kemudian, selain itu tentunya juga masih banyak lagi
manfaat dan hikmah yang ada dalam berqurban, yang dalam hal ini tentunya juga
harus bersamaan dengan rasa ikhlas dan penuh dengan keimanan.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an.
al-Baihaqy, Ahmad bin al-Ḥusain, Sunan al-Baihaqy al-Kubra. Makkah : Dār al-Bāzz,
1994. juz 9.
al-Damasyqy,
Ibnu Kathir, Tafsīr al-Qur’an al-‘Aẓīm. t.np, Dār al-Ṭayyibah, 1999,
cet.II, juz 8.
al-Naisaburi,
Abu al-Husain Muslim, Shāhih Muslim. Bairut : Dār al-Afāq al-Jadīdah,
t.th. juz 2.
al-Suyūṭy,
Abdul Rahman bin Abu Bakar, Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl. Beirut :
Dār al-Ikhya’ al-`Ulūm,t.th. juz1.
al-Tamimy, Muhammad Ibnu Ḥibban, Ṣaḥīḥ Ibnu Ḥibban. Beirut: Muassasah al-Risālah,1993.
juz2.
al-Qazūwainy, Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah. t.tp:t.np,t.th.
juz 9.
bin
Hanbal, Ahmad, Musnad al-Imām Ahmad bin Hanbal. t.tp: Muassasah
al-Risālah,1999. juz 32.
http//Dimensi
Sosial Dalam Ibadah Qurban - Ma'haduna.htm, diakses tanggal 20 April 2015.
Jalalain,
Tafsīr Jalālain. Surabaya :
al-Hidayah, t.th. juz2.
Muhammad,
Abu Bakar, Hadits Tarbiyah.Surabaya : AL-IKHLAS,1995. cet.1.
[1] Abu Bakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, (Surabaya
: AL-IKHLAS,1995) cet.1,75.
[2] Al-Qur’an., 108 : 1-3.
[3] Abu al-Husain Muslim al-Naisaburi, Shāhih
Muslim, (Bairut : Dār al-Afāq al-Jadīdah, t.th) juz 2, 12.
[4] Ibnu Kathir al-Damasyqy, Tafsīr
al-Qur’an al-‘Aẓīm, (t.np, Dār al-Ṭayyibah, 1999), cet.II, juz 8, 498.
[5] Ibid., 499.
[6] Ibid., 500.
[7] Al-Qur’an., 22:37.
[9] Ibnu Kathir al-Damasyqy, Tafsīr
al-Qur’an al-‘Aẓīm, cet.II, juz 5, 431.
[10] Muhammad Ibnu Ḥibban
al-Tamimy, Ṣaḥīḥ Ibnu Ḥibban, (Beirut: Muassasah al-Risālah,1993)
juz2,119.
[11] Abdul Rahman bin Abu Bakar al-Suyūṭy, Lubāb
al-Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl, (Beirut : Dār al-Ikhya’ al-`Ulūm,t.th)juz1,148.
[13] Ahmad bin al-Ḥusain al-Baihaqy, Sunan
al-Baihaqy al-Kubra, (Makkah : Dār al-Bāzz, 1994) juz 9, 264.
[14] Ibid., 264.
[15] http//Dimensi Sosial Dalam Ibadah Qurban -
Ma'haduna.htm, diakses tanggal 20 April 2015.
[16] Al-Qur’an., 3:92.
[17] Al-Qur’an., 22 : 37.
[19] Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imām Ahmad
bin Hanbal, (t.tp: Muassasah al-Risālah,1999) juz 32,34.
[20] Ibnu Majjah
al-Qazūwainy, Sunan Ibnu Majjah, (t.tp:t.np,t.th) juz 9, 276.
[21] Ibid., 280.
[22] Al-Qur’an,. 22 : 36.
[23] Al-Qur’an., 108 : 2.
[24] Al-Qur’an., 22 : 34.