Minggu, 15 Mei 2016

SEJARAH PEREMBANGAN TAFSIR PADA MASA NABI DAN SAHABAT

SEJARAH PEREMBANGAN TAFSIR
PADA MASA NABI DAN SAHABAT

Makalah
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Perkembangan Tafsir

Dosen Pengampu :
Abdullah Mubarak, Lc., M. Th.I .

 









Oleh:
Joko Supriyanto
NIM : 2013.01.01.141

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR
SARANG REMBANG
2015

SEJARAH PEREMBANGAN TAFSIR
PADA MASA NABI DAN SAHABAT
Oleh : Joko Supriyanto
I.     Pendahuluan
Umat Islam bisa berkembang, atau bahkan manusia secara umum pun, adanya perkembangan mereka tidaklah mungkin dengan hanya berpegang kepada pengalaman semata tanpa adanya petunjuk-petunjuk dari ajaran Al Qur’an yang meliputi segala unsur yang menuntun munusia pada jalan menuju kebahagiaan.  Dan untuk bisa memahami ajaran-ajaran Al Qur’an, tidaklah cukup dengan kita membaca teksnya tanpa mengetahui penafsirannya. Karena dengan mengetahui penafsiran, kita akan lebih mengetahui maksud yang terkandung dalam al-Qur’an tersebut. Oleh kerena itu, dapat kita sebut bahwa mengetahui tafsir adalah anak kunci perbendaharaan isi Al Qur’an yang diturunkan untuk menjelaskan tuntunan dan memperbaiki keadaan manusia, melepaskan manusia dari kehancuran dan menyejahterakan alam ini.
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa tafsir itu selalu berkembang seiring dengan perkembangan peradaban dan budaya manusia. Hal ini dikarenakan adanya permasalahan-permasalahan yang terus berkembang, yang pada masa Nabi belum pernah ada. Jadi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut tanpa keluar dari aturan al-Qur’an, para ulama’ akhirnya membuat penafsiran al-Qur’an yang nantinya bisa dijadikan hujjah untuk menyelesaikan problem masyarakat. Maka dari itu, mau tidak mau, tafsir harus mengalami perkembangan dan bahkan perubahan pada setiap perkembangan zaman, guna memenuhi kebutuhan manusia dalam suatu generasi.
Hal itulah yang membuat  para peminat studi al-Qur’an khususnya dan umat Islam pada umumnya dituntut untuk selalu cerdas mengembangkan penafsiran al-Qur’an. Sebab setiap zaman memiliki kekhasannya sendiri-sendiri. Tiap-tiap generasi melahirkan tafsir-tafsir al-Qur’an yang sesuai dengan kebutuhannya masing-masing dengan tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan agama Islam sendiri. Maka dari itu perlunya untuk mengetahui tentang sejarah dari pertumbuhan dan perkembangan tafsir Al Qur’an adalah lantaran sangat berhajatnya kita kepada tafsir al-Qur’an ini.
Untuk memberikan gambaran dan menambah wawasan pembaca mengenai perkembangan tafsir, dalam makalah ini akan dibahas sejarah awal mulai adanya penafsiran al-Qur’an, bentuk-bentuk dan karakteristik penyampaian tafsir pada awal mula perkembangan tafsir, serta akan ditambahkan metode-metode yang dipakai pada masa itu.

II.  Sejarah Awal Perkembangan Tafsir
Perkembangan tafsir pada periode ini sering disebut perekembangan tafsir pada era klasik, yaitu pada zaman Nabi Ṣallallah Alayhi wa Sallam dan sahabatnya. Pada periode ini termasuk dalam periode mutaqaddimin atau pada era awal pertumbuhan Islam. Ciri utama penafsiran pada masa ini adalah :
1.      Para penafsir adalah orang-orang yang menjadi saksi hidup  pada masa pewahyuan Nabi Muhammad Ṣallallah Alayhi wa Sallam.
2.      Penafsiran umumnya disampaikan melalui lisan (oral tradition) kecuali pada masa akhir periode ini yang telah menggunakan catatan-catatan sederhana.
3.      Selain riwayat, penafsiran disandarkan pada bahasa dan budaya Arab yang masih digunakan dan disaksikan pada zamannya.

A.    Tafsir Pada Masa Nabi Ṣallallah Alayhi wa Sallam.
Bisa dikatakan bahwa tafsir pertama kali ada mulai sejak ayat-ayat al-Qur’an itu mulai di turunkan. Dalam praktiknya, ketika Rasulullah menerima wahyu berupa ayat al-Qur’an, kemudian Rasulullah menyampaikan wahyu tersebut kepada sahabat dan menjelaskannya berdasarkan apa yang beliau terima dari Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.[1] Sebagai mana riwayat dari Siti ‘Aisyah Raḍiyallahu ‘Anha yang mengatakan bahwa Rasulullah tidak menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an kecuali beberapa ayat yang telah diajarkan oleh Jibril Alayhi al-Salam.[2]
Menurut al-Suyuṭi, pada masanya, Nabi merupakan penafsir tunggal dari al-Qur’an yang memiliki otoritas spiritual, intelektual, dan sosial.[3] Akan tetapi kebutuhan terhadap penafsiran pada masa itu tidak sebesar pada masa-masa berikutnya.
Dalam penyampaiannya, tidak semua ayat dalam Al Qur’an dijelaskan oleh Nabi Ṣallallah Alayhi wa Sallam. Beliau hanya menjelaskan ayat-ayat yang makna dan maksudnya tidak diketahui oleh para sahabat, karena memang hanya beliau yang dianugerahi Allah Subḥānahu wa Ta’ālā tentang tafsiran al-Qur’an. Begitupun dengan ayat-ayat yang menerangkan tentang hal-hal gaib, yang tidak ada seorang pun tahu kecuali Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, seperti terjadinya hari kiamat, dan hakikat ruh, semua itu tidak dijelaskan dan ditafsiri oleh Rasulullah Ṣallallah Alayhi wa Sallam.[4]
Selain itu, dalam menafsirkan al-Qur’an, Nabi juga menggunakan bahasa yang tidak panjang lebar, beliau hanya menjelaskan hal-hal yang masih samar dan global, memerinci sesuatu yang masih umum, dan menjelaskan lafadz dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Ø  Bentuk-bentuk tafsir yang dilakukan Nabi
Dalam menafsirkan al-Qur’an, Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam juga memiliki bentuk-bentuk tersendiri. Bentuk-bentuk penafsiran yang dilakukan oleh Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam diantaranya adalah menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an yang lain, hal ini sesuai dengan riwayat yang disampaikan oleh Al-Bukhari, Muslim dan lainnya dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa tatkala turun ayat;
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ[5]
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Banyak para sahabat yang merasa resah karena mereka menganggap tidak akan bisa manusia hidup tanpa pernah melakukan keḍaliman. Melihat hal tersebut, Rasulullah menjelaslaskan bahwa hakikat makna lafaẓ ظلم di ayat tersebut adalah sebagaimana lafaẓ ظلم pada ayat :[6]
لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ[7]
Janganlah kalian menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah keḍaliman yang besar.
Penafsiran dengan bentuk menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an merupakan cara yang tepat dan paling baik. Ibnu Taimiyah berkata bahwa, apabila seseorang bertanya tentang cara penafsiran yang baik, maka jawabannya adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an itu sendiri.[8]
Selain menggunakan ayat Al-Qur’an yang lain untuk menafsirkan suatu ayat Al-Qur’an, Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam juga menggunakan hadis dalam menafsirkan suatu ayat. Misalnya dalam menafsirkan ayat;
هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَة[9]
Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun.
Rasulullah menggunakan hadis qudsi yang diriwayatkan oleh sahabat Anas Raḍiyallahu ‘Anhu, bahwa Allah Subḥānahu wa Ta’āla telah berfirman;
انااهل ان اتقي فمن اتقانى فلم يجعل معى الها فانا اهل ان اغفرله[10]
“Aku (Allah) adalah Dhat yang patut disembah. Barang siapa yang bertakwa dan tidak menjadikan sekutu bagi-Ku, maka Aku akan mengampuninya.”
Bentuk dan karakteristik penafsiran yang dilakukan oleh Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam tersebut sekarang kita kenal dengan nama tafsir bi al-Ma’thur yang kehujjahannya tidak perlu dipertanyakan lagi.
B.     Tafsir Pada Masa Sahabat
Tafsir pada masa ini mulai muncul setelah Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam wafat. Sebelumnya pada waktu Nabi Ṣallallah Alayhi wa Sallam masih hidup, tak ada seorangpun dari sahabat yang berani menafsirkan Al Qur’an, hal ini karena Nabi masih berada di tengah-tengah mereka, sehingga ketika ditemukan suatu permasalahan, para sahabat cukup menayakannya kepada Nabi dan permasalahan tersebut akan selesai.
Abdullah ibn Abbas yang wafat pada tahun 68 H, adalah tokoh yang biasa dikenal senagai orang pertama dari sahabat nabi yang menafsirkan al-Qur’an setelah nabi Muhammad Ṣallallah Alayhi wa Sallam. Ia dikenal dengan julukan “Bahrul Ulūm” (Lautan Ilmu), Habrul Ummah (Ulama’ Umat), dan Turjamanul Qur’an (Penerjemah Al-Qur’an) sebagaimana telah diriwayatkan di atas, bahwa nabi pernah berdo’a kepada Allah agar Ibnu Abbas diberi ilmu pengetahuan tentang ta’wil al-Qur’an (lafadz-lafadz yang bersifat ta’wil dalam al-Qur’an).[11]
Ø  Bentuk dan karakteristik tafsir Sahabat
Sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an cenderung pada penekanan arti lafadz yang sesuai serta menambahkan qawl (perkataan atau pendapat) supaya ayat al-Qur’an mudah dipahami.
Sifat tafsir pada masa-masa pertama ialah sekedar menerangkan makna dari segi bahasa dengan keterangan-keteranagan ringkas dan belum lagi dilakukan istimbaṭ hukum-hukum fiqih.[12]
Seperti halnya Ibnu Abbas, dalam menafsirkan al-Qur’an ia mempergunakan Syawāhidu as- Syair Arabi (Syair-syair kuno) guna untuk membuktikan kebenaran al-Qur’an. Selain itu pula ia juga bertanya kepada golongan ahli kitab yang telah masuk Islam, seperti Ka’ab al-Akhbar dan Abdullah ibn Salam. Menurut ibnu Abbas, “Apabila terdapat dalam al-Qur’an sesuatu yang sulit dimengerti maknanya, maka hendaklah kamu melakukan penelitian (melihat) pada syair-syair, karena syair-syair itu adalah sastra Arab kuno. Dan di dalam al-Qur’an telah ditetapkan adanya sebagian kalimat-kalimat mu’arabah  (kata-kata asing yang diarabkan).[13]
Firman Allah yang berbunyi :
وَفَاكِهَةً وَأَبًّا[14]
dan buah-buahan serta rerumputan.
Abu ‘Ubaidah memuatkan dalam buku al-Faḍāil dari Anas, bahwa Umar bin Khattab pernah membaca ayat tersebut di atas mimbar. Dari ayat itu kemudian Umar mengatakan “ Kalau Fāqihah sudah umum kita ketahuai, tapi apakah ‘Abba itu?, sesudah itu dia melihat dirinya sendiri. Lalu Abu ‘Ubaidah mengatakan : إن هذا لهو التكلف يا عمر . (ini sesuatu yang diberat-beratkan wahai umar.)[15]
Juga firman Allah yang berbunyi :
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى[16]
Peliharalah semua shalat dan shalat wushtha
Siti Aisyah menyandarkan ayat tersebut dengan menambahkan penafsirannya yaitu : “shalat Ashar”.[17]
Dalam berpendapat tentang tafsir dari suatu ayat, para sahabat juga tidak menggunakan kehendak nafsunya sendiri atau dengan pemikiran tercela, melainkan menggunakan pemikiran yang terpuji.
Tafsir dengan pikiran yang tercela ialah apabila mufassir dalam memahami pengertian kalimat yang khas dan mengistimbaṭkan hukum hanya dengan menggunakan pikirannya saja dan tidak sesuai dengan ruh syari’at.[18]
Sedangkan tafsir yang menggunakan pikiran yang terpuji ialah apabila mufassir dalam menafsirkan ayat tidak bertentangan dengan tafsir ma’thūr. Selain itu penafsirannya harus berbentuk ijtihad muqayyad atau yang dikaitkan dengan satu kaitan berpikir mengenai kitab Allah menurut hidayah sunnah Rasul yang mulia.
Maka dari itu, ulama’ mensyaratkan agar mufassir mempunyai ilmu yang memadai tentang ilmu fiqih, ilmu al-Qur’an; ilmu Islam dan ilmu sosial. Ditambah dengan sifat wara’ atau mawas diri dan takut kepada Allah serta mempunyai daya nalar akal yang tinggi.[19]
Ø  Metode Sahabat dalam menafsirkan ayat al-Qur’an
Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, para shahabat juga memiliki metode dan materi tafsir tersendiri. Adapun metode dan materi tafsir menurut mereka adalah :[20]
1.      Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an. Inilah yang paling baik.
2.      Mengambil dari tafsir Nabi yang dihafal sahabat beliau.
3.      Menafsirkan dari apa yang mereka sanggupi dari ayat-ayat yang bergantung pada kekuatan pemahaman mereka, keluasan daya mendapatkannya, kedalaman mereka mengenai bahasa al-Qur’an dan rahasianya, keadaan manusia pada waktu itu, dan adat istiadat mereka di tanah arab.
4.      Mengambil masukan dari apa yang mereka dengar dari tokoh-tokoh Ahli Kitab yang telah masuk Islam dan baik Islam mereka.
Ø  Tokoh-tokoh tafsir pada masa sahabat
As-Suyuthy dalam al-Itqan mengatakan bahwa sahabat yang terkemuka dalam bidang ilmu tafsir ada sepuluh orang, yaitu:[21]
1.      Abu Bakar ash-Shiddiq
2.      Umar al-Faruq
3.      Utsman Dzun Nurain
4.      Ali bin Abi Thalib
5.      Abdullah ibn Mas’ud
6.      Abdullah ibn Abbas
7.      Ubay ibn Ka’ab
8.      Zaid ibn Tsabit
9.      Abu Musa al-Asy’ary, dan
10.  Abdullah ibn zubair
Yang paling banyak diterima tafsirnya dari kalangan khulafa’ ialah Ali ibn Abi Thalib. Sedangkan yang paling banyak diterima tafsirnya dari kalangan bukan khulafa’ adalah Ibnu abbas, Abdullah ibn Mas’ud dan Ubay ibn ka’ab.
Keempat mufassir Ṣahabi ini mempunyai ilmu dan pengetahuan yang luas dalam bahasa Arab. Mereka selalu menemani RasulullahSalla Allah ‘Alayhi wa Sallam yang memungkinkan mereka mengetahui kejadian dan peristiwa-peristiwa nuzul al-qur’an dan tidak pula merasa ragu menafsirkan al-Qur’an dengan ijtihad.
Ibnu Abbas banyak pengetahuannya dalam hal tafsir, karena dapat bergaul lama dengan sahabat-sahabt besar, walaupun beliau tidak lama dapat bergaul dengan Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam.
Demikian pula sahabat Ali, beliau hidup lebih lama daripada khalifah-khalifah lainnya, saat umat Islam membutuhkan sekali kepada para ahli yang dapat menafsirkan al-qur’an.
Demukian pula banyak diterima riwayat dari Ibnu Mas’ud. Dan demikian pula banyak diterima riwayat dari Ubay ibn Ka’ab al-Anshary salah seorang penulis wahyu.[22]
C.  Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara kongrit dapat dikatakan bahwa tafsir al-Qur’an pada masa Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam dan pada awal pertumbuhan Islam sifatnya pendek-pendek dan ringkas. Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa Arab yang murni pada saat itu cukup untuk memahami gaya bahasa al-Qur’an (Ushlub Kalam Al-Qur’an).
Dalam penyampaiannya, tidak semua ayat dalam Al Qur’an dijelaskan oleh Nabi Ṣallallah Alayhi wa Sallam. Beliau hanya menjelaskan ayat-ayat yang makna dan maksudnya tidak diketahui oleh para sahabat. Begitupun dengan ayat-ayat yang menerangkan tentang hal-hal gaib seperti terjadinya hari kiamat dan hakikat ruh, semua itu juga tidak dijelaskan dan ditafsiri oleh Rasulullah Ṣallallah Alayhi wa Sallam.
Selain itu, dalam menafsirkan al-Qur’an, Nabi juga menggunakan bahasa yang tidak panjang lebar, beliau hanya menjelaskan hal-hal yang masih samar dan global, memerinci sesuatu yang masih umum, dan menjelaskan lafadz dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Adapun Bentuk-bentuk penafsiran yang dilakukan oleh Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam adalah menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an yang lain dan juga menggunakan hadis dalam menafsirkan suatu ayat.
Kemudian untuk tafsir Shahabi itu muncul setelah adanya tafsir Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam. Bentuk dan karakteristik tafsir Sahabat itu cenderung pada penekanan arti lafadz yang sesuai serta menambahkan qawl supaya ayat al-Qur’an mudah difahami.
Dan dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, para sahabat juga memiliki metode dan materi tafsir tersendiri, yaitu : Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, mengambil dari tafsir Nabi yang dihafal sahabat beliau, menafsirkan dari apa yang mereka sanggupi dari ayat-ayat yang bergantung pada kekuatan pemahaman mereka, keluasan daya mendapatkannya, kedalaman mereka mengenai bahasa al-Qur’an dan rahasianya, keadaan manusia pada waktu itu, dan adat istiadat mereka di tanah arab dan mengambil masukan dari apa yang mereka dengar dari tokoh-tokoh Ahli Kitab yang telah masuk Islam dan baik Islam mereka.
Kemudian untuk tokoh-tokoh tafsir pada masa sahabat, yang masyhur yaitu: Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar al-Faruq, Utsman Dzun Nurain, Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibn Mas’ud, Abdullah ibn Abbas, Ubay ibn Ka’ab, Zaid ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ary, dan Abdullah ibn Zubair.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an.
Dzahabi (al), Muhammad Husain. Tafsir wa al-Mufassirūn. Kairo : Maktabah wahbah, t.th. juz 1.
Masyhur, Kahar. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an. Jakarta : Rineka Cipta, 1992.
Muhammad, Muhammad Abdurrahman. Penafsiran Al-Qur’an Dalam Perspektif Nabi Muhammad SAW, terj. Rosihon Anwar. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.
Shiddieqy (ash), Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir. Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009.
Syurbasyi, Ahmad. Studi tentang sejarah perkembangan tafsir al-qur’an al-karim. Jakarta: Kalam Mulia, 1999.
Suyuṭi (as), Imam Jalaluddin. Al-Itqan fî Ulūm al-Qur’an. Bairut : DKI, 2012.
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN, Al Quran Kita: Studi Ilmu, Sejarah, dan Tafsir Kalamullah. Kediri: Lirboyo Press, 2011.
Rahtikawati,Yayan, Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Qur’an. Bandung : Pustaka Setia, 2013.




[1] Yayan Rahtikawati, Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2013) 31.
[2] Ibid., 31.
[3] Jalaluddin al-Suyuṭi, Al-Itqan fî Ulûm al-Qur’an, (Bairut : DKI, 2012) 173.
[4] Tim Forum Karya Ilmiah RADEN, Al Quran Kita: Studi Ilmu, Sejarah, dan Tafsir Kalamullah, (Kediri: Lirboyo Press, 2011). h. 201-202
[5] Al-Qur’an, 6:82.
[6] Muhammad Abdurrahman Muhammad, Penafsiran Al-Qur’an Dalam Perspektif Nabi Muhammad SAW, terj. Rosihon Anwar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), 99.
[7] Al-Qur’an, 31:13.
[8] Muhammad Abdurrahman Muhammad, Penafsiran Al-Qur’an Dalam Perspektif Nabi Muhammad SAW, terj. Rosihon Anwar, 101.
[9] Al-Qur’an, 74:56.
[10] H.R. At-Turmudhi.
[11] Ahmad Syurbasyi, Studi tentang sejarah perkembangan tafsir al-qur’an al-karim,(Jakarta : Kalam Mulia, 1999) 87.
[12] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009) 183.
[13] Ibid., 88.
[14] Al-Qur’an, 80 : 31
[15] Al-Dzahabi, Muhammad Husain. Tafsir wa al-Mufassirūn, (Kairo : Maktabah wahbah, t.th) juz 1, 29.
[16] Al-Qur’an, 2 : 238
[17] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, 98.
[18] Kahar Masyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992) 173.
[19] Ibid., 174.
[20] Ibid., 166.
[21] Imam Jalaluddin as-Suyuṭi, Al-Itqan fî Ulûm al-Qur’an, (Bairut : DKI, 2012) 587.
[22] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, 182-183.

1 komentar:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 8 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    arena-domino.net
    arena-domino.org
    100% Memuaskan ^-^

    BalasHapus