Senin, 18 Januari 2016

TAQWA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN



Hasil gambar untuk taqwa

TAQWA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Oleh : Joko Supriyanto
I.         Pendahuluan
Kata “taqwa” sering kali kita dengar, bahkan seruan taqwa ini juga termasuk rukun ketiga dalam setiap khutbah Jum’at. Hal ini karena taqwa memang suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā tidak memandang hambaNya dari segi ras maupun golongannya, akan tetapi Allah Subḥānahu wa Ta’ālā melihat hambaNya dari ketaqwaannya. Oleh karena itu, manusia akan berbahagia didunia dan terselamatkan di akhirat jika seseorang itu mempunyai ketaqwaan yang tinggi dan mempersiapkan amalnya dengan baik.
Dalam al-Qur’an, Allah Subḥānahu wa Ta’ālā banyak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan taqwa melalui ayat-ayatNya yang mulia. Ada sekitar 140 ayat yang menjelaskan maupun menyinggung permasalahan taqwa ini, di antara ayat-ayat tersebut, ada yang menjelaskan tentang diperintahnya taqwa, keutamaan taqwa, sifat-sifat orang yang bertaqwa, cara atau jalan taqwa dan juga pahala yang akan didapatkan oleh orang-orang yang bertaqwa kelak di akhirat. Semua hal tersebut banyak dijelaskan dalam  ayat-ayat tertentu, namun yang paling banyak diterangkan yaitu mengenai keutamaan dan pahala yang akan didapat oleh orang-orang yang bertaqwa. Hal ini menunjukkan bahwa taqwa sangat penting, hingga Allah menjajikan banyak pahala dan kenikmatan bagi orang yang menjalankannya.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai taqwa, dalam makalah ini akan dikaji beberapa ayat yang membahas maupun yang menyinggung tentang taqwa yang bisa mewakili dari semua unsur pembahasan taqwa. Unsur-unsur yang akan dijelaskan dalam makalah ini adalah pengertian taqwa, perintah taqwa, sifat-sifat orang yang bertaqwa, jalan taqwa, keutamaan taqwa serta pahalanya bagi orang yang bertaqwa.



II.      Taqwa Dalam Perspektif al-Qur’an
A.    Pengertian Taqwa
Lafaẓ تقوى merupakan lafaẓ yang diambil atau mustaq dari lafaẓ وقى yang mempunyai arti menjaga. Maka dari itu, تقوى secara bahasa bisa diartikan sebagai orang yang menjaga.
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ[1]
Lafaẓ yang mempunyai makna yang sama dengan تقوى adalah المتّقين sebagaimana yang ada dalam ayat di atas. Menurut Ibnu ‘Ashūr, المتّقين adalah seseorang yang disifati dengan الإتّقاء , yaitu orang yang mencari kehati-hatian atau kewaspadaan. Ibnu ‘Ashūr juga menambahkan pengertian تقوى secara syara’ dengan mendahulukan perintah dan menjauhi larangan-larangan berupa perbuatan dosa besar  dan dosa kecil yang menjadi kebiasaan, baik yang tampak maupun yang tidak tampak.[2]
Dari pengertian-pengertian di atas, bisa diambil pengertian bahwa makna تقوى adalah menjaga diri agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah Subḥānahu wa Ta’ālā baik itu berupa dosa besar maupun dosa kecil yang sering dilakukan sehingga menjadi kebiasaan, dengan disertai ketaatan dalam menjalankan perintah-perintahNya.

B.     Perintah Bertaqwa
Allah Subḥānahu wa Ta’ālā memerintah setiap hambaNya untuk bertaqwa. Dalam al-Qur’an, banyak ayat yang menjelaskan perintah untuk bertaqwa kepada Sang Maha Pencipta, yaitu Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, hal ini dijelaskan sebagaimana ayat yang berbunyi : 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ[3]
Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya,
Al-Ṭabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa lafaẓ آمَنُوا yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang yang beriman dari golongan Ahlu al-Kitāb pada masa nabi Muhammad Ṣallallah Alayhi wa Sallam. Sedangkan lafaẓ اتَّقُوا اللَّهَ menjelaskan perintah terhadap orang-orang yang beriman pada masa nabi Muhammad Ṣallallah Alayhi wa Sallam untuk bertaqwa kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dengan takut kepadaNya, menaati perintahNya dan menjauhi perbuatan maksiat.[4]
وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَابِ[5]
Dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
Makna taqwa dalam ayat ini sama dengan makna taqwa pada ayat yang dijelaskan sebelumnya, namun perintahnya diglobalkan kepada semua hambaNya yang berakal. Perintah taqwa secara umum dalam al-Qur’an terkadang juga ditampilkan dengan redaksi sebagaimana berikut :
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ [6]
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Makna النَّاسُ adalah manusia secara umum, baik itu beriman maupun yang tidak. Dalam ayat-ayat yang memerintahkan taqwa tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa semua hamba Allah baik itu yang beriman maupun tidak, diwajibkan untuk bertaqwa kepadaNya. Tentu taqwa di sini ada tingkatannya. Pertama, tingkatan taqwa yang paling rendah yaitu untuk orang-orang yang belum beriman. Taqwa dalam tingkatan ini berarti bisa dilakukan dengan mulai beriman kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dan mulai mendekatkan diri kepadaNya. Kedua, tingkatan taqwa untuk orang-orang yang sudah beriman namun masih sering melakukan dosa-dosa besar. Taqwa dalam tingkatan ini berarti bisa dilakukan dengan mulai bertaubat dan meninggalkan dosa-dosa besar tersebut dan tidak mengulanginya lagi. Ketiga, tingkatan taqwa paling tingi yang diperuntukkan orang-orang yang sudah beriman dan bertaqwa, ia juga tidak melakukan dosa-dosa besar. Taqwa dalam tingkatan ini berarti perintah untuk menambah ketaqwaan dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak melakukan dosa-dosa kecil.
C.    Keutamaan Taqwa
Setiap kali Allah memerintahkan sesuatu kepada hambaNya, pastilah itu ada keutamaan dan manfaat tersendiri untuk hambaNya yang diperintah tersebut. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā memerintahkan hambaNya untuk bertaqwa, maka dari itu, dalam taqwa ada keutamaan-keutamaan tertentu yang tidak bisa didapatkan selain dengan jalan bertaqwa. Keutamaan-keutamaan tersebut antara lain adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa ayat al-Qur’an yang berbunyi :
وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ[7]
Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.
Al-Qurṭubi dan kebanyakan ulama’ tafsir lainnya memaknai taqwa dalam ayat ini sebagai taqwa atau menjaga diri dari melakukan hal ghaib seperti sihir.[8] Ini menunjukkan bahwa taqwa memang bisa dilakukan dengan cara yang bermacam-macam sesuai tingkatannya. Dalam ayat ini Allah memberikan imbalan berupa pahala kepada orang-orang yang bertaqwa, dan perlu diketahui bahwa dengan adanya pahala, itu bisa memancing keriḍaanNya. Jika Allah Subḥānahu wa Ta’ālā telah ­riḍa dengan kita, maka kita pasti akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak yang senantiasa dirindukan oleh setiap manusia.
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ[9]
Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Keutamaaan lain dari taqwa yaitu bisa mendatangkan keberuntungan. Keberuntungan ini sangat erat kaitannya dengan keriḍaan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Karena seseorang yang melakukan usaha walaupun tidak maksimal, bisa saja ia beruntung mendapatkan hasil yang maksimal karena Allah riḍa dengan usahanya. Keberuntungan ini juga kita butuhkan kelak di akhirat, karena tidak ada yang menjamin akan diterimanya ibadah-ibadah kita, dan untuk keberuntungan ini, Allah telah memberikannya kepada orang-orang yang bertaqwa.
بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ[10]
(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.
Orang yang bertaqwa juga akan dicintai oleh Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Ketika Allah cinta kepada kita, kita akan hidup bahagia di dunia dan akhirat, mendapatkan apa yang kita minta dengan mudah, akan dituntun ke jalan yang benar, dan Allah akan riḍa dengan kita.
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ[11]
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Selain keutamaan yang telah dipaparkan di atas, ada lagi keutamaan yang bisa diperoleh orang-orang yang bertaqwa, yaitu dalam setiap langkahnya, ia akan didampingi oleh Allah Subḥānahu wa Ta’ālā sehingga ia tidak akan tersesat ke jalan yang salah dan menyengsarakan.
D.    Sifat-Sifat Orang Yang Bertaqwa
Setiap manusia tentunya memiliki sifat-sifat tersendiri yang hakikatnya hanya bisa diketahui oleh dirinya sendiri dan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Dengan adanya sifat , seseorang bisa akan bisa dinilai baik dan buruknya. Untuk sifat-sifat orang yang bertaqwa, Allah telah menjelaskan sebagaimana ayat yang berbunyi :
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ , الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ, وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ.[12]
Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Dalam ayat ini, sifat orang bertaqwa digambarkan sebagai orang yang beriman dengan hal-hal ghaib, seperti beriman kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, MalaikatNya, kitab-kitabNya, utusan-utusanNya, dan beriman kepada perkara yang akan datang yang telah dijelaskan Allah seperti datangnya hari akhir, dan adanya Qaḍa’ serta Qadar Allah. Makna iman di sini juga tidak cukup dengan mempercayai kebenarannya, namun juga disyaratkan harus menerima kebenaran tersebut.[13] Ciri lain orang yang bertaqwa dalam ayat ini yaitu ia mau mendirikan shalat dan mau menafkahkan sebagian hartanya untuk bersedekah.
Lafaẓ  وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ memberikan pengertian bahwa yang yang dilakukan itu tidak hanya yang ­farḍu saja, melainkan yang sunah juga dikerjakan. Hal ini karena makna dari يُقِيمُونَ adalah membangun, dan membangun itu tidak dicukupkan hanya mendirkan bangunan utamanya, namun harus juga dilengkapi dengan hal-hal lainnya.
Dalam ayat ini, orang yang bertaqwa juga digambarkan dengan orang yang beriman dengan kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Qur’an, yaitu kitab Taurat, Injil dan Zabur.
وَمَا يَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ يُكْفَرُوهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ[14]
Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala) nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.
Ciri orang yang bertaqwa dalam ayat ini adalah setiap langkah baiknya akan mudah dilaksanakan, karena Allah telah memudahkannya. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā juga tidak akan salah dalam mempermudah urusan orang yang dikehendakinya (orang yang bertaqwa), karena Allah Maha Mengetahui terhadap orang-orang yang bertaqwa.
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ[15]
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.
Dalam ayat ini sangat jelas ciri yang dimiliki oleh orang yang bertaqwa, yaitu ketika ia ditimpa was-was atau keragu-raguan dari setan terhadap perkara yang baik, maka ia akan segera mengingat Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, setelah itu akan tampak kepadanya kebaikan dan keburukan.
أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ[16]
Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.
Orang-orang yang bertaqwa, mereka akan selalu semangat dalam mengerjakan kebaikan, setelah ia selesai melakukan satu kebaikan, ia akan bersegera mencari kebaikan yang lainnya untuk kemudian dilakukannya. Sebagaimana perintah dalam al-Qur’an yang berbunyi:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ[17]
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

E.     Jalan Taqwa
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa taqwa itu ada tingkatannya, dan caranya pun bermacam-macam, tergantung tingkatan-tingkatan tersebut. Adapun cara untuk bertaqwa untuk lebih dekat kepada Allah, antara lain bisa dilakukan dengan :
1.        Menyembah Allah Yang Maha Pencipta
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ[18]
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Dalam ayat ini kita diajarkan untuk bertaqwa kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dengan menyembahNya. Ibnu ‘Ashūr memberikan pendapat terkait penggunaan kata رب. Menurutnya, kata رب yang mempunyai arti mendidik, lebih pantas disandingkan dengan perintah menyembah kepadaNya. Karena dengan mengingat Dzat yang telah mendidik dan memberikan pengetahuan kepada kita, maka kita akan memiliki rasa untuk membalasn hal tersebut, dan akibatnya akan lebih menimbulkan semangat kita untuk melakukan perintah menyembah tersebut.[19]
2.        Memegang Teguh Ajarah Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ[20]
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa".

Jalan taqwa dalam ayat ini bisa dilakukan dengan memegang teguh ajaran yang telah Allah sampaikan kepada kita melalui rasulNya dengan cara mengamalkannya dalam keseharian kita. Dalam konteks ayat ini, yang dimaksud ajaranNya yaitu kitab Taurat yang diperuntukkan bani Isra’il. Sedangkan perintah untuk mengingat di sini, maksudnya yaitu kita tidak noleh melupakan ajaran tersebut dan harus selaku mengamalkannya dalam kehidupan kita.[21] 
3.        Mewujudkan hubungan baik dengan Allah dan antar sesama manusia dengan memberikan hak-haknya.
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ[22]
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia ini bisa terwujud dengan adanya keimanan terhadap Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, Malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, utusan-utusannya, dan juga hari akhir. Selain itu juga ia rela memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan juga (memerdekakan) hamba sahaya. Cara lainnya juga bisa lakukan dengan mendirikan shalat, membayar zakat, menepati janji, dan bersabar ketika dalam kesempitan atau penderitaan.
Semua cara ini ketika dilakukan, akan semakin menambah tingkat ketaqwaan seseorang. Jadi, jika yang kita lakukan hanya sedikit dari cara-cara taqwa tersebut, maka taqwa kita masih dikatakan dalam lefel rendah.

F.     Pahala Taqwa
Allah telah berjanji akan memberikan imbalan kepada orang-orang yang mau ta’at dan bertaqwa kepadaNya. Balasan yang akan Allah berikan kepada orang-orang yang bertaqwa sangat banyak diterangkan dalam al-Qur’an, dan di antaranya adalah :
1.        Mendapat Pahala Yang Besar 

الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ[23]
(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.
2.        Mendapat Kemuliaan di Hari Kiamat serta Mendapatkan Rizki yang tidak ada batasnya.
زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ[24]
Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
3.        Mendapatkan Syurga yang di Bawahnya Mengalir Sungai-Sungai.
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ[25]
Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
4.        Mendapat Ampunan dan Syurga Seluas Langit dan Bumi.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ[26]
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.
5.        Mendapatkan Syurga yang Penuh Dengan Kenikmatan.
إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ[27]
Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.

III.   Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, bisa disimpulkan bahwa makna taqwa adalah menjaga diri agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah Subḥānahu wa Ta’ālā baik itu berupa dosa besar maupun dosa kecil yang sering dilakukan sehingga menjadi kebiasaan, dengan disertai ketaatan dalam menjalankan perintah-perintahNya.
Dalam al-Qur’an banyak sekali yang menunjukkan perintah untuk bertaqwa, di antaranya yang terdapat dalam surat al-Hadīd ayat 28. Banyak sekali keutamaan orang yang bertaqwa yang dijelaskan oleh al-Qur’an, diantara ketaqwaan itu adalah bisa mendatangkan pahala di sisi Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, bisa mendatangkan keberuntungan, akan disayang oleh Allah dan akan ditemani dalam setiap langkah perbuatannya.
Hal lain yang dijelaskan al-Qur’an tentang taqwa yaitu sifat-sifat orang bertaqwa. Di antara sifat orang yang bertaqwa yang dijelaskan dalam al-Qur’an adalah ia beriman kepada hal yang ghaib atau yang akan datang, mendirikan shalat farḍu beserta sunahnya, menafkahkan sebagian rizkinya di jalan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dan mempercayai adanya kitab-kitab terdahulu sebelum al-Qur’an.
Taqwa bisa dilakukan dengan banyak cara sesuai tingkatan yang dibutuhkannya. Di antara jalan taqwa itu, bisa dilakukan dengan menyembah Allah Yang Maha Menciptakan, memegang teguh ajaran Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, dan mewujudkan hubungan yang baik dengan Allah dan antar sesama manusia dengan memberikan hak-haknya.
Oleh karena taqwa merupakan suatu hal yang mulia, maka Allah Subḥānahu wa Ta’ālā juga berjanji akan memberikan balasannya bagi orang yang mau menjalankannya, balasan atau pahala yang akan didapat oleh yang bertaqwa antara lan adalah : mendapat pahala yang besar, mendapat kemuliaan di hari kiamat kelak serta mendapat rizki yang tidak ada batasnya, mendapatkan syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mendapat ampunan dan syurga seluas langit dan bumi, dan mendapatkan syurga yang penuh dengan kenikmatan.


Daftar Pustaka
Al-Qur’an.
 ‘Ashūr, Ibnu, al-Tahrīr wa al-Tanwīr, Tunis: Dār al-Tūnisiyah Li al-Nashri, 1984.
Kathīr, Ibnu, Tafsīr al-Qur’an al-‘Aẓīm, Kairo : Dār Ṭaibah Li al-Nashri wa al-Tauzī`, 1999.
Marāghi (al), Ahmad bin Musṭafa, Tafsīr al-Marāghi, Mesir : Shirkah Maktabah wa al-Maṭbū’ah, 1946.
Qurṭubi (al), Abu Abdillah Muhammad, al-Jāmi’ Li Ahkām al-Qur’an, Kairo: Dār al-Kutūb al-Miṣriyah, 1964.
Ṭabari (al), Ibnu Jarīr, Jāmi’ al-Bayān Fī Ta’wīl al-Qur’an, Kairo : Muassasah al-Risālah, 2000.


[1] Al-Qur’an., 2 : 2.
[2] Ibnu ‘Ashūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr, (Tunis: Dār al-Tūnisiyah Li al-Nashri, 1984) juz 1, 226.
[3] Al-Qur’an., 57 : 28.
[4] Ibnu Jarīr al-Ṭabari, Jāmi’ al-Bayān Fī Ta’wīl al-Qur’an, (Kairo : Muassasah al-Risālah, 2000) juz 23, 207.
[5] Al-Qur’an., 2 : 197.
[6] Al-Qur’an., 4 : 1.
[7] Al-Qur’an., 2 : 103.
[8] Abu Abdillah Muhammad al-Qurṭubi, al-Jāmi’ Li Ahkām al-Qur’an, (Kairo: Dār al-Kutūb al-Miṣriyah, 1964) juz 2, 56.
[9] Al-Qur’an., 2 : 189.
[10] Al-Qur’an., 3 : 76.
[11] Al-Qur’an., 16 : 128.
[12] Al-Qur’an., 2 : 2-4.
[13] Ibnu Kathīr, Tafsīr al-Qur’an al-‘Aẓīm, (Kairo : Dār Ṭaibah Li al-Nashri wa al-Tauzī`, 1999) juz 1, 165.
[14] Al-Qur’an., 3 : 115.
[15] Al-Qur’an., 7 : 201.
[16] Al-Qur’an., 23 : 61.
[17] Al-Qur’an., 94 : 7.
[18] Al-Qur’an., 2 : 21.
[19] Ibnu ‘Ashūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr, juz 4, 215.
[20] Al-Qur’an., 2 : 63.
[21] Ahmad bin Musṭafa al-Marāghi, Tafsīr al-Marāghi, (Mesir : Shirkah Maktabah wa al-Maṭbū’ah, 1946) juz 1, 136.
[22] Al-Qur’an., 2 : 177.
[23] Al-Qur’an., 3 : 172.
[24] Al-Qur’an., 2 : 212.
[25] Al-Qur’an., 3 : 15.
[26] Al-Qur’an., 3 : 133.
[27] Al-Qur’an., 68 : 34.

0 komentar:

Posting Komentar