TAQWA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Oleh : Joko
Supriyanto
I.
Pendahuluan
Kata “taqwa” sering kali kita dengar, bahkan seruan taqwa ini juga termasuk
rukun ketiga dalam setiap khutbah Jum’at. Hal ini karena taqwa memang suatu hal
yang sangat penting dalam kehidupan. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā tidak
memandang hambaNya dari segi ras maupun golongannya, akan tetapi Allah Subḥānahu
wa Ta’ālā melihat hambaNya dari ketaqwaannya. Oleh karena itu, manusia akan
berbahagia didunia dan terselamatkan di akhirat jika seseorang itu mempunyai
ketaqwaan yang tinggi dan mempersiapkan amalnya dengan baik.
Dalam al-Qur’an, Allah Subḥānahu wa Ta’ālā banyak menjelaskan
hal-hal yang berkaitan dengan taqwa melalui ayat-ayatNya yang mulia. Ada
sekitar 140 ayat yang menjelaskan maupun menyinggung permasalahan taqwa ini, di
antara ayat-ayat tersebut, ada yang menjelaskan tentang diperintahnya taqwa,
keutamaan taqwa, sifat-sifat orang yang bertaqwa, cara atau jalan taqwa dan
juga pahala yang akan didapatkan oleh orang-orang yang bertaqwa kelak di
akhirat. Semua hal tersebut banyak dijelaskan dalam ayat-ayat tertentu, namun yang paling banyak
diterangkan yaitu mengenai keutamaan dan pahala yang akan didapat oleh
orang-orang yang bertaqwa. Hal ini menunjukkan bahwa taqwa sangat penting,
hingga Allah menjajikan banyak pahala dan kenikmatan bagi orang yang
menjalankannya.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai taqwa, dalam makalah ini akan dikaji
beberapa ayat yang membahas maupun yang menyinggung tentang taqwa yang bisa
mewakili dari semua unsur pembahasan taqwa. Unsur-unsur yang akan dijelaskan
dalam makalah ini adalah pengertian taqwa, perintah taqwa, sifat-sifat orang
yang bertaqwa, jalan taqwa, keutamaan taqwa serta pahalanya bagi orang yang
bertaqwa.
II. Taqwa Dalam Perspektif al-Qur’an
A.
Pengertian Taqwa
Lafaẓ تقوى
merupakan lafaẓ yang diambil atau mustaq dari lafaẓ وقى
yang mempunyai arti menjaga. Maka dari itu, تقوى secara
bahasa bisa diartikan sebagai orang yang menjaga.
ذَلِكَ
الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ[1]
Lafaẓ yang mempunyai makna
yang sama dengan تقوى adalah المتّقين sebagaimana yang ada dalam ayat di atas. Menurut
Ibnu ‘Ashūr, المتّقين adalah
seseorang yang disifati dengan الإتّقاء , yaitu
orang yang mencari kehati-hatian atau kewaspadaan. Ibnu ‘Ashūr juga menambahkan
pengertian تقوى secara syara’ dengan mendahulukan perintah dan menjauhi
larangan-larangan berupa perbuatan dosa besar
dan dosa kecil yang menjadi kebiasaan, baik yang tampak maupun yang
tidak tampak.[2]
Dari pengertian-pengertian di atas, bisa
diambil pengertian bahwa makna تقوى adalah menjaga diri agar tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah Subḥānahu wa Ta’ālā baik
itu berupa dosa besar maupun dosa kecil yang sering dilakukan sehingga menjadi
kebiasaan, dengan disertai ketaatan dalam menjalankan perintah-perintahNya.
B.
Perintah Bertaqwa
Allah Subḥānahu wa Ta’ālā memerintah setiap hambaNya untuk bertaqwa.
Dalam al-Qur’an, banyak ayat yang menjelaskan perintah untuk bertaqwa kepada
Sang Maha Pencipta, yaitu Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, hal ini dijelaskan
sebagaimana ayat yang berbunyi :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ[3]
Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul),
bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya,
Al-Ṭabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa lafaẓ آمَنُوا yang
dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang yang beriman dari golongan Ahlu
al-Kitāb pada masa nabi Muhammad Ṣallallah Alayhi wa Sallam. Sedangkan
lafaẓ اتَّقُوا اللَّهَ menjelaskan perintah terhadap
orang-orang yang beriman pada masa nabi Muhammad Ṣallallah Alayhi wa Sallam untuk
bertaqwa kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dengan takut kepadaNya,
menaati perintahNya dan menjauhi perbuatan maksiat.[4]
وَاتَّقُونِ
يَا أُولِي الألْبَابِ[5]
Dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
Makna taqwa dalam ayat ini sama dengan
makna taqwa pada ayat yang dijelaskan sebelumnya, namun perintahnya diglobalkan
kepada semua hambaNya yang berakal. Perintah taqwa secara umum dalam al-Qur’an
terkadang juga ditampilkan dengan redaksi sebagaimana berikut :
يَاأَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
[6]
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Makna النَّاسُ adalah manusia secara umum, baik itu
beriman maupun yang tidak. Dalam ayat-ayat yang
memerintahkan taqwa tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa semua hamba Allah
baik itu yang beriman maupun tidak, diwajibkan untuk bertaqwa kepadaNya. Tentu
taqwa di sini ada tingkatannya. Pertama, tingkatan taqwa yang paling rendah
yaitu untuk orang-orang yang belum beriman. Taqwa dalam tingkatan ini berarti bisa
dilakukan dengan mulai beriman kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dan
mulai mendekatkan diri kepadaNya. Kedua, tingkatan taqwa untuk orang-orang yang
sudah beriman namun masih sering melakukan dosa-dosa besar. Taqwa dalam
tingkatan ini berarti bisa dilakukan dengan mulai bertaubat dan meninggalkan
dosa-dosa besar tersebut dan tidak mengulanginya lagi. Ketiga, tingkatan taqwa
paling tingi yang diperuntukkan orang-orang yang sudah beriman dan bertaqwa, ia
juga tidak melakukan dosa-dosa besar. Taqwa dalam tingkatan ini berarti
perintah untuk menambah ketaqwaan dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak
melakukan dosa-dosa kecil.
C.
Keutamaan Taqwa
Setiap kali Allah memerintahkan sesuatu kepada hambaNya, pastilah itu ada
keutamaan dan manfaat tersendiri untuk hambaNya yang diperintah tersebut. Allah
Subḥānahu wa Ta’ālā memerintahkan hambaNya untuk bertaqwa, maka dari
itu, dalam taqwa ada keutamaan-keutamaan tertentu yang tidak bisa didapatkan
selain dengan jalan bertaqwa. Keutamaan-keutamaan tersebut antara lain adalah
sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa ayat al-Qur’an yang berbunyi :
وَلَوْ
أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ
كَانُوا يَعْلَمُونَ[7]
Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya
mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah
lebih baik, kalau mereka mengetahui.
Al-Qurṭubi dan kebanyakan ulama’
tafsir lainnya memaknai taqwa dalam ayat ini sebagai taqwa atau menjaga diri
dari melakukan hal ghaib seperti sihir.[8] Ini menunjukkan bahwa
taqwa memang bisa dilakukan dengan cara yang bermacam-macam sesuai
tingkatannya. Dalam ayat ini Allah memberikan imbalan berupa pahala kepada
orang-orang yang bertaqwa, dan perlu diketahui bahwa dengan adanya pahala, itu
bisa memancing keriḍaanNya. Jika Allah Subḥānahu wa Ta’ālā telah riḍa
dengan kita, maka kita pasti akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak
yang senantiasa dirindukan oleh setiap manusia.
وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ[9]
Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Keutamaaan lain dari taqwa yaitu bisa
mendatangkan keberuntungan. Keberuntungan ini sangat erat kaitannya dengan keriḍaan
Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Karena seseorang yang melakukan usaha
walaupun tidak maksimal, bisa saja ia beruntung mendapatkan hasil yang maksimal
karena Allah riḍa dengan usahanya. Keberuntungan ini juga kita butuhkan
kelak di akhirat, karena tidak ada yang menjamin akan diterimanya ibadah-ibadah
kita, dan untuk keberuntungan ini, Allah telah memberikannya kepada orang-orang
yang bertaqwa.
بَلَى
مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ[10]
(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji
(yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertakwa.
Orang yang bertaqwa juga akan
dicintai oleh Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Ketika Allah cinta kepada kita,
kita akan hidup bahagia di dunia dan akhirat, mendapatkan apa yang kita minta
dengan mudah, akan dituntun ke jalan yang benar, dan Allah akan riḍa dengan
kita.
إِنَّ اللَّهَ مَعَ
الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ[11]
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan.
Selain keutamaan yang telah
dipaparkan di atas, ada lagi keutamaan yang bisa diperoleh orang-orang yang
bertaqwa, yaitu dalam setiap langkahnya, ia akan didampingi oleh Allah Subḥānahu
wa Ta’ālā sehingga ia tidak akan tersesat ke jalan yang salah dan
menyengsarakan.
D.
Sifat-Sifat Orang
Yang Bertaqwa
Setiap manusia tentunya memiliki sifat-sifat tersendiri yang hakikatnya
hanya bisa diketahui oleh dirinya sendiri dan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.
Dengan adanya sifat , seseorang bisa akan bisa dinilai baik dan buruknya. Untuk
sifat-sifat orang yang bertaqwa, Allah telah menjelaskan sebagaimana ayat yang
berbunyi :
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا
رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ , الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ, وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ
مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ.[12]
Kitab (Al Qur'an) ini tidak
ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang
beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian
rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab
(Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Dalam ayat ini, sifat orang
bertaqwa digambarkan sebagai orang yang beriman dengan hal-hal ghaib, seperti
beriman kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, MalaikatNya, kitab-kitabNya,
utusan-utusanNya, dan beriman kepada perkara yang akan datang yang telah
dijelaskan Allah seperti datangnya hari akhir, dan adanya Qaḍa’ serta Qadar
Allah. Makna iman di sini juga tidak cukup dengan mempercayai kebenarannya,
namun juga disyaratkan harus menerima kebenaran tersebut.[13] Ciri lain orang yang
bertaqwa dalam ayat ini yaitu ia mau mendirikan shalat dan mau menafkahkan
sebagian hartanya untuk bersedekah.
Lafaẓ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ memberikan pengertian bahwa
yang yang dilakukan itu tidak hanya yang farḍu saja, melainkan yang
sunah juga dikerjakan. Hal ini karena makna dari يُقِيمُونَ adalah membangun, dan
membangun itu tidak dicukupkan hanya mendirkan bangunan utamanya, namun harus
juga dilengkapi dengan hal-hal lainnya.
Dalam ayat ini, orang yang bertaqwa juga digambarkan
dengan orang yang beriman dengan kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Qur’an,
yaitu kitab Taurat, Injil dan Zabur.
وَمَا يَفْعَلُوا مِنْ
خَيْرٍ فَلَنْ يُكْفَرُوهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ[14]
Dan apa saja kebajikan yang
mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala) nya;
dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.
Ciri orang yang bertaqwa dalam ayat
ini adalah setiap langkah baiknya akan mudah dilaksanakan, karena Allah telah
memudahkannya. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā juga tidak akan salah dalam
mempermudah urusan orang yang dikehendakinya (orang yang bertaqwa), karena
Allah Maha Mengetahui terhadap orang-orang yang bertaqwa.
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا
إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ[15]
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa
was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka
melihat kesalahan-kesalahannya.
Dalam ayat ini sangat jelas ciri yang
dimiliki oleh orang yang bertaqwa, yaitu ketika ia ditimpa was-was atau
keragu-raguan dari setan terhadap perkara yang baik, maka ia akan segera
mengingat Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, setelah itu akan tampak kepadanya
kebaikan dan keburukan.
أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ
فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ[16]
Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan
merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.
Orang-orang yang bertaqwa, mereka akan
selalu semangat dalam mengerjakan kebaikan, setelah ia selesai melakukan satu
kebaikan, ia akan bersegera mencari kebaikan yang lainnya untuk kemudian
dilakukannya. Sebagaimana perintah dalam al-Qur’an yang berbunyi:
فَإِذَا فَرَغْتَ
فَانْصَبْ[17]
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
E.
Jalan Taqwa
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa taqwa itu ada
tingkatannya, dan caranya pun bermacam-macam, tergantung tingkatan-tingkatan
tersebut. Adapun cara untuk bertaqwa untuk lebih dekat kepada Allah, antara
lain bisa dilakukan dengan :
1.
Menyembah Allah Yang Maha Pencipta
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ[18]
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu
Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Dalam ayat ini
kita diajarkan untuk bertaqwa kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dengan
menyembahNya. Ibnu ‘Ashūr memberikan pendapat terkait penggunaan kata رب. Menurutnya, kata رب yang mempunyai arti mendidik, lebih pantas disandingkan dengan
perintah menyembah kepadaNya. Karena dengan mengingat Dzat yang telah mendidik
dan memberikan pengetahuan kepada kita, maka kita akan memiliki rasa untuk
membalasn hal tersebut, dan akibatnya akan lebih menimbulkan semangat kita
untuk melakukan perintah menyembah tersebut.[19]
2.
Memegang Teguh Ajarah Allah Subḥānahu
wa Ta’ālā.
وَإِذْ
أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ
بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ[20]
Dan (ingatlah), ketika Kami
mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu
(seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan
kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu
bertakwa".
Jalan
taqwa dalam ayat ini bisa dilakukan dengan memegang teguh ajaran yang telah
Allah sampaikan kepada kita melalui rasulNya dengan cara mengamalkannya dalam
keseharian kita. Dalam konteks ayat ini, yang dimaksud ajaranNya yaitu kitab
Taurat yang diperuntukkan bani Isra’il. Sedangkan perintah untuk mengingat di
sini, maksudnya yaitu kita tidak noleh melupakan ajaran tersebut dan harus
selaku mengamalkannya dalam kehidupan kita.[21]
3.
Mewujudkan hubungan baik dengan Allah
dan antar sesama manusia dengan memberikan hak-haknya.
لَيْسَ
الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ
الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ
وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ
الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ
الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ[22]
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke
arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan
itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang
yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.
Hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia ini bisa
terwujud dengan adanya keimanan terhadap Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, Malaikat-malaikatNya,
kitab-kitabNya, utusan-utusannya, dan juga hari akhir. Selain itu juga ia rela
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan juga (memerdekakan)
hamba sahaya.
Cara lainnya juga bisa lakukan dengan mendirikan shalat, membayar zakat,
menepati janji, dan bersabar ketika dalam kesempitan atau penderitaan.
Semua cara ini ketika dilakukan, akan semakin menambah
tingkat ketaqwaan seseorang. Jadi, jika yang kita lakukan hanya sedikit dari
cara-cara taqwa tersebut, maka taqwa kita masih dikatakan dalam lefel rendah.
F.
Pahala Taqwa
Allah telah berjanji akan memberikan imbalan kepada orang-orang yang mau
ta’at dan bertaqwa kepadaNya. Balasan yang akan Allah berikan kepada
orang-orang yang bertaqwa sangat banyak diterangkan dalam al-Qur’an, dan di
antaranya adalah :
1.
Mendapat Pahala Yang Besar
الَّذِينَ
اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ[23]
(Yaitu) orang-orang yang menaati
perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan
Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang
bertakwa ada pahala yang besar.
2.
Mendapat Kemuliaan di Hari Kiamat
serta Mendapatkan Rizki yang tidak ada batasnya.
زُيِّنَ
لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا
وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ
يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ[24]
Kehidupan dunia dijadikan indah
dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang
beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di
hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya
tanpa batas.
3.
Mendapatkan Syurga yang di Bawahnya
Mengalir Sungai-Sungai.
قُلْ
أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ
جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ
مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ[25]
Katakanlah: "Inginkah aku
kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk
orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka
dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah: Dan Allah Maha
Melihat akan hamba-hamba-Nya.
4.
Mendapat Ampunan dan Syurga Seluas
Langit dan Bumi.
وَسَارِعُوا
إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ[26]
Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.
5.
Mendapatkan Syurga yang Penuh Dengan
Kenikmatan.
إِنَّ
لِلْمُتَّقِينَ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ[27]
Sesungguhnya bagi orang-orang
yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.
III. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, bisa disimpulkan bahwa makna taqwa adalah menjaga
diri agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah Subḥānahu
wa Ta’ālā baik itu berupa dosa besar maupun dosa kecil yang sering
dilakukan sehingga menjadi kebiasaan, dengan disertai ketaatan dalam
menjalankan perintah-perintahNya.
Dalam al-Qur’an banyak sekali yang menunjukkan perintah untuk bertaqwa, di
antaranya yang terdapat dalam surat al-Hadīd ayat 28. Banyak sekali keutamaan
orang yang bertaqwa yang dijelaskan oleh al-Qur’an, diantara ketaqwaan itu
adalah bisa mendatangkan pahala di sisi Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, bisa
mendatangkan keberuntungan, akan disayang oleh Allah dan akan ditemani dalam
setiap langkah perbuatannya.
Hal lain yang dijelaskan al-Qur’an tentang taqwa yaitu sifat-sifat orang
bertaqwa. Di antara sifat orang yang bertaqwa yang dijelaskan dalam al-Qur’an
adalah ia beriman kepada hal yang ghaib atau yang akan datang, mendirikan
shalat farḍu beserta sunahnya, menafkahkan sebagian rizkinya di jalan
Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dan mempercayai adanya kitab-kitab terdahulu
sebelum al-Qur’an.
Taqwa bisa dilakukan dengan banyak cara sesuai tingkatan yang
dibutuhkannya. Di antara jalan taqwa itu, bisa dilakukan dengan menyembah Allah
Yang Maha Menciptakan, memegang teguh ajaran Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, dan
mewujudkan hubungan yang baik dengan Allah dan antar
sesama manusia dengan memberikan hak-haknya.
Oleh karena taqwa merupakan suatu hal yang mulia, maka
Allah Subḥānahu wa Ta’ālā juga berjanji akan memberikan balasannya bagi
orang yang mau menjalankannya, balasan atau pahala yang akan didapat oleh yang
bertaqwa antara lan adalah : mendapat pahala yang besar, mendapat kemuliaan di
hari kiamat kelak serta mendapat rizki yang tidak ada batasnya, mendapatkan
syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mendapat ampunan dan syurga
seluas langit dan bumi, dan mendapatkan syurga yang penuh dengan kenikmatan.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an.
‘Ashūr, Ibnu, al-Tahrīr wa al-Tanwīr, Tunis:
Dār al-Tūnisiyah Li al-Nashri, 1984.
Kathīr, Ibnu, Tafsīr al-Qur’an al-‘Aẓīm,
Kairo : Dār Ṭaibah Li al-Nashri wa al-Tauzī`, 1999.
Marāghi (al), Ahmad bin Musṭafa, Tafsīr
al-Marāghi, Mesir : Shirkah Maktabah wa al-Maṭbū’ah, 1946.
Qurṭubi (al), Abu Abdillah Muhammad, al-Jāmi’
Li Ahkām al-Qur’an, Kairo: Dār al-Kutūb al-Miṣriyah, 1964.
Ṭabari (al), Ibnu Jarīr, Jāmi’
al-Bayān Fī Ta’wīl al-Qur’an, Kairo : Muassasah al-Risālah, 2000.
[1]
Al-Qur’an., 2 : 2.
[2] Ibnu ‘Ashūr, al-Tahrīr wa
al-Tanwīr, (Tunis: Dār al-Tūnisiyah Li al-Nashri, 1984) juz 1, 226.
[3]
Al-Qur’an., 57 : 28.
[4]
Ibnu Jarīr al-Ṭabari, Jāmi’
al-Bayān Fī Ta’wīl al-Qur’an, (Kairo : Muassasah al-Risālah, 2000) juz 23,
207.
[5]
Al-Qur’an., 2 : 197.
[6]
Al-Qur’an., 4 : 1.
[7]
Al-Qur’an., 2 : 103.
[8]
Abu Abdillah Muhammad al-Qurṭubi, al-Jāmi’
Li Ahkām al-Qur’an, (Kairo: Dār al-Kutūb al-Miṣriyah, 1964) juz 2, 56.
[9]
Al-Qur’an., 2 : 189.
[10]
Al-Qur’an., 3 : 76.
[11]
Al-Qur’an., 16 : 128.
[12]
Al-Qur’an., 2 : 2-4.
[13] Ibnu Kathīr, Tafsīr al-Qur’an
al-‘Aẓīm, (Kairo : Dār Ṭaibah Li al-Nashri wa al-Tauzī`, 1999) juz 1, 165.
[14]
Al-Qur’an., 3 : 115.
[15]
Al-Qur’an., 7 : 201.
[16]
Al-Qur’an., 23 : 61.
[17]
Al-Qur’an., 94 : 7.
[18]
Al-Qur’an., 2 : 21.
[19]
Ibnu ‘Ashūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr,
juz 4, 215.
[20]
Al-Qur’an., 2 : 63.
[21]
Ahmad bin Musṭafa al-Marāghi, Tafsīr
al-Marāghi, (Mesir : Shirkah Maktabah wa al-Maṭbū’ah, 1946) juz 1, 136.
[22]
Al-Qur’an., 2 : 177.
[23]
Al-Qur’an., 3 : 172.
[24]
Al-Qur’an., 2 : 212.
[25]
Al-Qur’an., 3 : 15.
[26]
Al-Qur’an., 3 : 133.
[27]
Al-Qur’an., 68 : 34.
0 komentar:
Posting Komentar