Seni Memahami Hermeneutika Schleiermacher
Oleh : Joko
Supriyanto dan Ali Masyhur Al Hamid
I.
Pendahuluan
Dalam seni hermeneutika, tidak bisa dihindarkan
lagi bahwa ia akan masuk juga dalam dunia filosofis. Dunia filosofis adalah
dunia yang penuh dengan perdebatan panjang. Tidak jarang hanya karena masalah
satu kata atau pemahaman saja bisa memunculkan perdebatan sengit hingga beberapa
kurun waktu lamanya.
Perdebatan ini bukanlah suatu persoalan, melainkan
perdebatan inilah yang justru menjadi esensi dari kehidupan berfilsafat, karena
yang dicari dalam filsafat adalah kenenaran hakiki, yang tentu harus melibatkan
banyak proses aksi-reaksi, tesis-antitesis dan lainnya, serta bergerak
melampaui ruang dan waktu. Oleh karena itu pada dasarnya tidak ada kebenaran,
yang da hanyalah dinamika mencari kebenaran tersebut dalam dunia filosofis.
Suatu teori mungkin saja relevan pada satu masa,
namun ia juga bisa basi pada masa yang lain karena tergantikan oleh teori yang
baru yang dianggap lebih sesuai dengan masanya. Bahkan satu teori bisa juga
termentahkan saat pencetusnya masih hidupdan memunculkan sebuah perdebatan seru
secara langsung melalui wadah yang
bernama bahasa dengan berbagai media yang menjadi kendaraannya. Pada saat-saat
seperti itu, klaim suatu kebenaran terhadap teori pencetusnya juga tidak bisa
dihindarkan lagi, dengan berbagai pembuktian dan proses kreatifnya. Bahkan
tidak jarang pula antara disiplin ilmu yang satu dengan lainnya saling mengakui
bahwa dirinyalah yang paling ilmiah, paling terbukti kebenarannya dan bisa
dibuktikan dengan media apapun.
Dan ini yang menjadi perdebatan paling panas dalam
ranah epistemologi pengetahuan, di mana kebenaran kontekstual subjektif dan
kebenaran objektif harus saling beradu
klaim sehingga muncul sebuah kontradiksi yang tidak dpat didamaikan. Di antara
tokoh berbeda paham dalam masalah ini adalah Schleirmacher dengan hermeneutika objektifnya dan Hans-Georg
Gadamer dengan hermeneutika subjektifnya. Dan untuk mengawali kajian tentang
konsep hermeneutika ini, dalam makalah akan dijelaskan tentang pemikiran tokoh Schleirmacher dalam mehamahi hermeneutika sebagai
seni. Di samping itu juga akan dijelaskan biografi, latar belakang
intelektualnya serta kontribusinya dalam dunia hermeneutika.
II.
Seni Memahami
Hermeneutika Schleiermacher
A.
Biografi Schleiermacher
Nama lengkapnya adalah Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher. Ia lahir pada tanggal 21 November
1768 M di Breslau, Silecia yang sekarang masuk wilayah Polandia. Tokoh yang
dibesarkan dalam keluarga Protestan ini sudah dipersiapkan untuk memimpin jemaat.
Orang tuanya memberi pendidikan yang baik, dan dia sendiri menunjukkan bakat
yang khusus sebagai pengkhotbah,
sehingga ia dikirim ke sebuah seminari dia Barby/Elbe. Di sana Schleiermacher
berkenalan dengan kepustakaan ilmiah dan filosofis serta roman-roman non
religius, antara lain yang ditulis oleh Goethe, sehingga ia mulai bimbang untuk
menjadi pengkhotbah atau ilmuwan. Dia pun memutuskan untuk studi filsafat,
teologi, filologi di Universitas Halle, dan di situ dia untuk pertama kalinya
membaca filsafat kritis Kant.[1]
Tahun 1787 Schleiermacher menjalani matrikulasi di Universitas Halle,
sebuah universitas berkembang di bawah filsafat Christian Wolf dan Semler. Di
bawah bimbingan Johann August Eberhard, ia memepelajari filsafat Kant melalui
tulisan-tulisannya yang berjudul Kritik atas Akal Murni dan
mengevaluasinya. Ia juga menerjemahkan tulisan Aristoteles yang berjudul Ethica
Nico-machea. Dan di bawah bimbingan filsuf muda F.A Wolf ia mempelajari
gagasan-gagasan filsuf-filsuf Yunani.[2]
Pada tahun 1796 ia diangkat menjadi pendeta di Rumah Sakit Charite di
Berlin.[3] Di
Berlin, Sceri berkenalan dengan kalangan cendekiawan dan sastrawan romantis,
seperti keluarga Von Humboldt, Rahel Varnhagen, Dorothea Veit, dan khususnya
filsuf Friedrich Schleigel yang mendorongnya untuk menerjemahkan dialog-dialog
Plato. Pengaruh romantisme inilah yang membawa minatnya pada hermeneutika.[4]
Pada tahun 1802, Sceri pindah ke Stolp, sebuah kota di dekat daerah pantai
laut Baltik, dan mulai tahun 1803 mengajar di Universitas Wüzburg. Kemudian ia
masuk dalam kelompok Dosen Lutheran di Universitas Halle dan menjadi
pengkhotbah Universitas itu.[5]
Schleiermacher lebih dikenal sebagai pengkhotbah daripada filsuf. Meski
demikian, kesibukannya dengan hermeneutika mewarnai karir intelektualnya sejak
ia mengajar di Halle pada tahun 1805 sampai pada kematiannya.[6] Sceri
meninggal di Berlin pada hari Rabu 12 Februari 1834 karena radang paru-paru.[7]
B.
Latar Belakang
Intelektual
Schleiermacher dalam
uraiannya banyak juga dipengaruhi oleh penasihatnya, seperti misalnya Friedrich
Ast, Schleiermacher mendapat
ide untuk mengamati isi sebuah karya dari dua sisi: sisi luar dan sisi dalam.
Aspek luar sebuah karya (teks) adalah aspek tata bahasa dan kekhasan linguistik
lainnya. Aspek dalam adalah ‘jiwa’nya (Geist). Bagi Ast sendiri, tugas
hermeneutik adalah membawa keluar makna internal dari suatu teks beserta
situasinya menurut zamannya. Ast membagi tugas itu ke dalam tiga bagian, yaitu:
sejarah, tata bahasa, dan aspek kerohaniannya (geistige). Korespondensi antara
ketiga bagian atau taraf pemahaman itu juga merupakan tiga taraf penjelasannya,
yaitu: hermeneutik atas huruf (hermeneutics des Buchstabens) yang
merupakan ‘bahan baku’ sebuah teks, hermeneutik atas makna (hermeneutics des
Sinnes) atau ‘bentuk’ teks, dan hermeneutik atas aspek kejiwaan (hermeneutic
des Geistes), atau ‘jiwa’ teks.[8]
Seorang filsuf yang juga mempengaruhi gagasan Schleiermacher adalah F.A.
Wolf yang mendeskripsikan hermenetik sebagai seni memahami makna sebuah teks.
Menurut Wolf, juga ada tiga taraf atau jenis hermeneutik atau interpretasi,
yaitu: interpretasi gramatika, historis dan retorik. Interpretasi gramatikal
berhubungan dengan bahasa, interpretasi historis dengan fakta waktu, sedangkan
interpretasi retorik mengontrol kedua jenis interpretasi yang terdahulu.[9]
Dalam bukunya yang berjudul Compendium,
Ast mengatakan tata bahasa, hermeneutik dan kritik secara bersama-sama
merupakan disiplin-disiplin ilmu yang
berhubungan namun tidak saling menambah satu sama lain. Sedangkan Wolf,
di pihak lain menyatakan bahwa ketiga hal itu sendiri tidak memadai jika
dijadikan sebuah organon untuk ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang
sudah lampau. Ketiga hal tersebut masih harus ditambah dengan kefasihan gaya
dan seni yang mencakup juga hal-hal yang bersifat klasik.[10]
C.
Hermeneutika
Schleiermacher
Schleirmacher
menyatakan bahwa konsep dasar dari hermeneutika adalah filsafat. Karena
filsafat merupakan bagian dari seni berpikir. Hermeneutika sebagai seni
memahami diungakapkan oleh Schleirmacher sebagai berikut : “Semenjak seni
berbicara dan seni memahami berhubungan satu dengan yang lain, maka berbicara
hanya merupakan sisi luar dari berpikir, dan hermeneutika merupakan bagian dari
seni berpikir itu, oleh karenanya bersifat filosofis”, lebih lanjut ia
mengatakan bahwa tugas hermeneutika ada dua: (1) Interpretasi Gramatikal, dan
(2) Interpretasi Psikologis. Interpretasi Gramatikal ini merupakan syarat
berpikir setiap orang dan Interpretasi Psikologis yang memungkinkan seseorang
untuk menangkap “setitik cahaya” dari pribadi penulis.[11]
Penjelasan
lebih lanjut mengenai kedua interpretasi di atas adalah sebaga berikut : Pertama, aspek gramatikal:
yang merupakan intisari dari keseluruhan pemikiran atau perkataan seseorang
yang diungkapkan dalam tertib berbahasa. Kedua,
yakni aspek psikologis meliputi latar
belakang personal dari kehidupan penulis yang menggerakkannya dalam ekspresi
bahasa demikian.
Schleiermacher
percaya bahwa pemahaman suatu tuturan atau ucapan (bahasa), baik verbal maupun
tertulis, niscaya melingkupi dua aspek tersebut. Pertama, terkait dengan
pemahaman akan suatu ekspresi yang hanya berhubungan dengan bahasa sebagai
wadahnya. Tiap ucapan harus dilihat sebagai bentukan suatu bagian dari sistem linguistic
interpersonal yang ada (Sprache).
Kedua, ekspresi tersebut harus juga bisa dilihat sebagai bagian dari proses hidup sang penutur pembicara; sejarah internal atau mentalnya.[12]
Dengan
demikian, menurut Schleiermacher ada dua pendekatan untuk dapat menelusuri
keasingan suatu teks. Kedua pendekatan ini bisa dibedakan, namun tidak boleh
dipertentangkan. Sebab keduanya saling memerlukan dan melengkapi satu sama
lain.
Pertama, pendekatan objektif yang berdasarkan
bahasa atau gramatika. Dalam pendekatan gramatikal, pemahaman atas suatu teks
dicapai melalui penelitian objektif atas arti kata-kata di dalam teks itu, gaya
bahasa, etimologi, dan tata-bahasa yang dipakai oleh si penulis. Pendekatan
gramatikal adalah upaya rekonstruksi konteks linguitik-historis suatu teks;
aturan-aturan sintaksis suatu komunitas bahasa dimana teks itu ditulis.
Kedua, pendekatan subjektif dengan memperhatikan psikologi si
penulis (interpretasi psikologis atas teks).[13] Untuk
mengerti suatu teks dari masa lampau, penafsir perlu keluar dari zamannya,
merekonstruksi zaman pengarang dan menampilkan kembali keadaan dimana pengarang
dahulu berada pada saat ia menulis teksnya. Penafsir harus menyamakan diri
dengan pembaca yang asli, yang menjadi sasaran utama tulisan tersebut. Penafsir
merekonstruksi pemikiran, perasaan, dan maksud si pengarang, gaya bahasa yang
dipakainya, dan keunikannya. Dengan demikian, penafsir seolah-olah harus pindah
ke dalam hidup batin pengarang.
Pendekatan
gramatikal merupakan pendahuluan (preliminary)
menuju suatu pemahaman psikologis yang akan menuntut kita untuk, melalui, teks
kembali kepada orang yang memroduksi teks tersebut pada awalnya. Pemahaman
adalah pemahaman terhadap orang lain (other
people) secara individual, tidak sekadar makna-makna atau konsep-konsep
yang sifatnya umum dan supra-individual. Kedua pendekatan tersebut, baik gramatikal
maupun psikologis, adalah dua pendekatan yang saling melengkapi.[14]
Jadi, bagi Schleiermacher, pemahaman
yang tepat atas suatu teks akan tercapai bila pembaca memiliki pengetahuan bahasa yang dipakai oleh teks itu, entah
itu bahasa sendiri, maupun bahasa asing dan pengetahuan tentang psikologi si penulis itu.
Oleh karena itu, untuk memahami
pernyataan-pernyataan pengarang, seseorang harus mampu memahami bahasanya
sebaik memahami kejiwaanya. Semakin seseorang paham dengan suatu bahasa dan psikologi pengarang, ia akan semakin lengkap interpretasinya. Hal ini
karena kompetensi linguistik dan kemampuan mengetahui seseorang akan menentukan
keberhasilannya dalam bidang seni interpretasi. Namun, pengetahuan yang
lengkap tentang kedua hal tersebut kiranya tidak mungkin sebab tidak ada hukum-hukum yang dapat mengatur bagaimana memenuhi kedua persyaratan tersebut .[15]
Meskipun
demikian, Schleirmacher menawarkan sebuah rumusan positif dalam bidang seni interpretasi,
yaitu rekonstruksi historis, objektif dan subjektif terhadap sebuah pernyataan.
Dengan rekonstruksi objektif-historis, ia bermaksud membahas awal mulanya
sebuah pernyataan masuk dalam pikiran seseorang. Schleirmacher sendiri
menyatakan bahwa tugas hermeneutik adalah memahami teks
“sebaik atau lebih baik lagi dari pengarangnya sendiri” dan “memahami pengarang
teks lebih baik daripada memahami diri sendiri”.[16]
Menurut Schleirmacher, penafsir harus memiliki pandanngan yang
menyeluruh sebelum ia melakukan interpretasi lebih cermat. Bahkan hal ini
mungkin juga menuntut suatu pemahaman awal atas objek atau peristiwa yang
ditanyakan itu.[17]
Dari sinilah penafsir mulai dengan suatu teori tentatif atau konsep awal. Ia
akan mulai dengan pengandaian atau hipotesis yang akan diperteguh atau malah
musnah, tergantung pada data yang dipilih. Dalam hal ini tidak ada perbedaan
antara metode observasi ilmiah, hipotesis, eksperimen, teori, hukum dan metode
yang diajukan oleh Schleirmacher.
Schleirmacher mengatakan bahwa : “Pemahaman bisa kita
peroleh dengan melihat bagaimana semua bagian itu berhubngan satu sama lain.
Rekonstruksi menyeluruh koherensi suatu teks tidak akan pernah lengkap jika
detail-detailnya tidak diperhatikan”.[18]
Keseluruhan ini adalah metode hermeneutik, suatu proses memahami dan
interpretasi.
Ada beberapa taraf memahami, demikian juga dengan
interpretasi. Taraf pertama ialah interpretasi dan pemahaman mekanis :
pemahaman dan interpretasi dalam kehidupan kita sehari-hari, di jalan-jalan,
bahkan di pasar, atau di mana saja orang berkumpul bersama untuk
berbincang-bincang tentang topik umum. Taraf kedua ialah taraf ilmiah :
dilakukan di universitas-universitas, di mana diharapkan adanya taraf pemahaman
dan interpretasi yang lebih tinggi. Taraf kedua ini dasarnya adalah kekayaan
pengalaman dan observasi. Taraf ketiga ialah taraf seni : di sini tidak ada
aturan yang mengikat atau membatasi imajinasi. Meskipun demikian, setelah
mengadakan penelitian dalam mengupayakan metode terbaik untuk hermeneutik, Schleirmacher merasa bahwa semua penelitian itu sia-sia saja.[19]
Sering terjadi bahwa sebuah kata atau kalimat
sudah dianggap cukup menerangkan sebuah teks yang sulit. Merupakan hal yang
biasa terjadi pada seseorang yang duduk di meja kerjanya selama berhari-hari
tana berhasil memahami atau atau membuat interpretasi atas sebuah naskah, namun
tiba-tiba saja ‘secercah cahaya’ melintas dibenaknya dan seluruh naskah itu
menjadi jelas. Schleirmacher menyatakan bahwa ini bisa saja terjadi karena
pikiran kita seringkali hanya kita perlakukan sebagai sebuah benda, padahal
kenyataannya pikiran kita itu adalah suatu act atau kegiatan. Pikiran
kita adalah sebuah proses yang “mengalir” dan bukan sekedar fakta yang serba
komplet. Oleh karena itu, kita memerlukan suatu ‘pandangan ke dalam’ (Anschauung)
atau intuisi yang tidak membingungkan bila kita ingin memahami suatu teks.[20]
D. Kontribusi
Schleiermacher Dalam Hermeneutika
Dalam dunia
Hermeneutika, Schleiermacher dikenal sebagai orang yang pertama kali memberkan
konsep penting tentang de-regionalisasi. Konsep ini dikemukakan dengan tujuan
utamanya yaitu untuk mengekstrak suatu persoalan umum dari aktivitas
interpretasi yang berbeda-beda. Pada zamannya, sudah ada dua corak interpretasi
yang berkembang, yaitu interpretasi atas teks-teks klasik, terutama teks
Yunani-Latin, dan tafsir atas kitab suci. Dia ingin menggagas bagaimana agar
interpretasi filologi dan interpretasi biblikal mencapai tingkat seni
tafsir, yang bukan sekadar kumpulan tata-cara dan kaidah yang tidak saling
berkaitan.[21]
Menurut Schleiermacher, seni tafsir seperti ini adalah seni untuk menghindari
kesalahpahaman.
Schleiermacher juga bisa dikatakan telah
mengadakan revolusi Copernican terhadap teori hermeneutika sebelumnya, karena
ia tetap berpegang pada keutamaan tafsir filologis yang mensyaratkan kemampuan
gramatikal. Dia pun mengakui pentingnya diperhatikan syarat-syarat kemungkin
sebuah interpretasi mampu menemukan kesalahpahaman dan menghindarinya. Inilah
elemen kritis yang diambil dari Kant sebagai penopang tradisi romantik yang
jadi pijakannya.[22]
Bagi Schleiermacher, tugas hermeneutika adalah
mengisolasi proses pemahaman sehingga muncul metode hermeneutika yang
independen. Dengan begini ia tidak menggunakan hermeneutika yang hanya terpaku
pada persoalan bahasa asing atau teks-teks tertulis (kitab suci atau buku-buku
klasik). Interpretasi seperti inilah yang ia sebut sebagai interpretasi
objektif, mengincar “bahasa umum atau bersama” sembari tidak mengindahkan
pengarang.[23]
Komentar terhadap pemikiran Schleiermacher ini ada yang menilai positif karena
ia objekif pada penelitiannya, dan ada yang menilai negatif karena ia tidak
mengindahkan pengarang, sebaliknya ia menentukan batasan pemahaman itu sendiri.
Sebab ituah ia memiliki dua interpretasi dalam hermeneutika, yaitu interpretasi
linguistik dan interpretasi teknis atau psikologis.
III. Kesimpulan
Nama lengkapnya adalah Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher. Ia lahir pada tanggal 21 November
1768 M di Breslau, Silecia yang sekarang masuk wilayah Polandia. Tokoh yang
dibesarkan dalam keluarga Protestan ini sudah dipersiapkan untuk memimpin jemaat.
Orang tuanya memberi pendidikan yang baik, dan dia sendiri menunjukkan bakat
yang khusus sebagai pengkhotbah,
sehingga ia dikirim ke sebuah seminari dia Barby/Elbe. Di sana Schleiermacher
berkenalan dengan kepustakaan ilmiah dan filosofis serta roman-roman non
religius, antara lain yang ditulis oleh Goethe, sehingga ia mulai bimbang untuk
menjadi pengkhotbah atau ilmuwan. Dia pun memutuskan untuk studi filsafat,
teologi, filologi di Universitas Halle, dan di situ dia untuk pertama kalinya
membaca filsafat kritis Kant. Dari sini ia menjadi tertarik untuk mendalami
filsafat dan mencoba untuk menemukan konsep yang baik sebagai seni dalam
hermeneutika.
Dalam uraiannya tentang konsep dalam hermeneutika, Schleiermacher banyak
juga dipengaruhi oleh penasihatnya, seperti misalnya Friedrich Ast. Schleiermacher
mendapat ide untuk mengamati isi sebuah karya dari dua sisi: sisi luar dan sisi
dalam. Aspek luar sebuah karya (teks) adalah aspek tata bahasa dan kekhasan
linguistik lainnya. Aspek dalam adalah ‘jiwa’nya (Geist).
Schleirmacher menyatakan bahwa konsep dasar
dari hermeneutika adalah filsafat. Karena filsafat merupakan bagian dari seni
berpikir. Hermeneutika sebagai seni memahami diungakapkan oleh Schleirmacher
sebagai berikut : “Semenjak seni berbicara dan seni memahami berhubungan satu
dengan yang lain, maka berbicara hanya merupakan sisi luar dari berpikir, dan
hermeneutika merupakan bagian dari seni berpikir itu, oleh karenanya bersifat
filosofis”, lebih lanjut ia mengatakan bahwa tugas hermeneutika ada dua: (1)
Interpretasi Gramatikal, dan (2) Interpretasi Psikologis. Secara garis besar, pemikiran Schleirmacher tentang konsep yang benar dalam
hermeneutika adalah objektif, yaitu menggunakan hermeneutika untuk mengkaji
suatu kajian berdasarkan teksnya dengan disertai kajian mendalam dari segi
psikologis pengarangnya.
Adapun kontribusi Schleiermacher dalam bidang hermeneutika, ia dikenal
sebagai orang yang pertama kali memberkan konsep penting tentang
de-regionalisasi. Konsep ini dikemukakan dengan tujuan utamanya yaitu untuk
mengekstrak suatu persoalan umum dari aktivitas interpretasi yang berbeda-beda. Selain itu, ia juga bisa dikatakan telah
mengadakan revolusi Copernican terhadap teori hermeneutika sebelumnya, karena
ia tetap berpegang pada keutamaan tafsir filologis yang mensyaratkan kemampuan
gramatikal.
Daftar Pustaka
Adian, Donny Gahral, Percik
Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif, Yogyakarta:
Jalasutra, 2006.
Hardiman, F. Budi, Seni Memahami, DIY: Penerbit Kanisius, 2015.
Kuswaya, Adang, Pemikiran Hermeneutika
Hassan Hanafi, Salatiga : STAIN Salatiga Press, 2009.
Mueller, Bdk, Kurt Mueller-Vollmer,
“Introduction”, dalam buku The
Hermeneutik Reader, edtr. Kurt Mueller-Vollmer, Oxford: Basil Blackwell,
1986.
Muzir, Inyiak Ridlwan, Hermeneutika Filosofis
Hans-Georg Gadamer, Yogyakarta : Ar-Rūzz Media, 2008.
Sumaryono, E. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 2013. cet.12.
[2] E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah
Metode Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2013) cet.12, 35-36.
[11]
Adang Kuswaya, Pemikiran Hermeneutika Hassan Hanafi, (Salatiga : STAIN
Salatiga Press, 2009) 33.
[12]
Bdk. Mueller, Vollmer, Kurt,
“Introduction”, dalam buku The
Hermeneutik Reader, edtr. Kurt Mueller-Vollmer, (Oxford: Basil Blackwell, 1986) 10.
[13]
Pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang di kemudian hari lebih
ditekankan oleh Schleiermacher dibanding pendekatan gramatikal.
[14]
Adian, Donny Gahral, Percik Pemikiran
Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006) 270.
[15]
E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah
Metode Filsafat, 41.
[16]
Ibid., 41.
[17]
Ibid., 42.
[18]
Ibd., 42.
[19]
Ibid., 43.
[20]
Ibid. 43-44.
[21]
Inyiak Ridlwan Muzir, Hermeneutika
Filosofis Hans-Georg Gadamer, (Yogyakarta : Ar-Rūzz Media, 2008)
70.
[22]
Ibid., 71-72.
[23]
Ibid., 72.
0 komentar:
Posting Komentar