Sabtu, 05 Maret 2016

Seni Memahami Hermeneutika Schleiermacher

Hasil gambar untuk Seni Memahami Hermeneutika Schleiermacher

Seni Memahami Hermeneutika Schleiermacher
Oleh : Joko Supriyanto dan Ali Masyhur Al Hamid
I.       Pendahuluan
Dalam seni hermeneutika, tidak bisa dihindarkan lagi bahwa ia akan masuk juga dalam dunia filosofis. Dunia filosofis adalah dunia yang penuh dengan perdebatan panjang. Tidak jarang hanya karena masalah satu kata atau pemahaman saja bisa memunculkan perdebatan sengit hingga beberapa kurun waktu lamanya.
Perdebatan ini bukanlah suatu persoalan, melainkan perdebatan inilah yang justru menjadi esensi dari kehidupan berfilsafat, karena yang dicari dalam filsafat adalah kenenaran hakiki, yang tentu harus melibatkan banyak proses aksi-reaksi, tesis-antitesis dan lainnya, serta bergerak melampaui ruang dan waktu. Oleh karena itu pada dasarnya tidak ada kebenaran, yang da hanyalah dinamika mencari kebenaran tersebut dalam dunia filosofis.
Suatu teori mungkin saja relevan pada satu masa, namun ia juga bisa basi pada masa yang lain karena tergantikan oleh teori yang baru yang dianggap lebih sesuai dengan masanya. Bahkan satu teori bisa juga termentahkan saat pencetusnya masih hidupdan memunculkan sebuah perdebatan seru secara langsung  melalui wadah yang bernama bahasa dengan berbagai media yang menjadi kendaraannya. Pada saat-saat seperti itu, klaim suatu kebenaran terhadap teori pencetusnya juga tidak bisa dihindarkan lagi, dengan berbagai pembuktian dan proses kreatifnya. Bahkan tidak jarang pula antara disiplin ilmu yang satu dengan lainnya saling mengakui bahwa dirinyalah yang paling ilmiah, paling terbukti kebenarannya dan bisa dibuktikan dengan media apapun.
Dan ini yang menjadi perdebatan paling panas dalam ranah epistemologi pengetahuan, di mana kebenaran kontekstual subjektif dan kebenaran objektif  harus saling beradu klaim sehingga muncul sebuah kontradiksi yang tidak dpat didamaikan. Di antara tokoh berbeda paham dalam masalah ini adalah Schleirmacher dengan hermeneutika objektifnya dan Hans-Georg Gadamer dengan hermeneutika subjektifnya. Dan untuk mengawali kajian tentang konsep hermeneutika ini, dalam makalah akan dijelaskan tentang pemikiran tokoh Schleirmacher dalam mehamahi hermeneutika sebagai seni. Di samping itu juga akan dijelaskan biografi, latar belakang intelektualnya serta kontribusinya dalam dunia hermeneutika.
II.    Seni Memahami Hermeneutika Schleiermacher
A.    Biografi Schleiermacher
Nama lengkapnya adalah Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher. Ia lahir pada tanggal 21 November 1768 M di Breslau, Silecia yang sekarang masuk wilayah Polandia. Tokoh yang dibesarkan dalam keluarga Protestan ini sudah dipersiapkan untuk memimpin jemaat. Orang tuanya memberi pendidikan yang baik, dan dia sendiri menunjukkan bakat yang khusus sebagai pengkhotbah, sehingga ia dikirim ke sebuah seminari dia Barby/Elbe. Di sana Schleiermacher berkenalan dengan kepustakaan ilmiah dan filosofis serta roman-roman non religius, antara lain yang ditulis oleh Goethe, sehingga ia mulai bimbang untuk menjadi pengkhotbah atau ilmuwan. Dia pun memutuskan untuk studi filsafat, teologi, filologi di Universitas Halle, dan di situ dia untuk pertama kalinya membaca filsafat kritis Kant.[1]
Tahun 1787 Schleiermacher menjalani matrikulasi di Universitas Halle, sebuah universitas berkembang di bawah filsafat Christian Wolf dan Semler. Di bawah bimbingan Johann August Eberhard, ia memepelajari filsafat Kant melalui tulisan-tulisannya yang berjudul Kritik atas Akal Murni dan mengevaluasinya. Ia juga menerjemahkan tulisan Aristoteles yang berjudul Ethica Nico-machea. Dan di bawah bimbingan filsuf muda F.A Wolf ia mempelajari gagasan-gagasan filsuf-filsuf Yunani.[2]
Pada tahun 1796 ia diangkat menjadi pendeta di Rumah Sakit Charite di Berlin.[3] Di Berlin, Sceri berkenalan dengan kalangan cendekiawan dan sastrawan romantis, seperti keluarga Von Humboldt, Rahel Varnhagen, Dorothea Veit, dan khususnya filsuf Friedrich Schleigel yang mendorongnya untuk menerjemahkan dialog-dialog Plato. Pengaruh romantisme inilah yang membawa minatnya pada hermeneutika.[4]
Pada tahun 1802, Sceri pindah ke Stolp, sebuah kota di dekat daerah pantai laut Baltik, dan mulai tahun 1803 mengajar di Universitas Wüzburg. Kemudian ia masuk dalam kelompok Dosen Lutheran di Universitas Halle dan menjadi pengkhotbah Universitas itu.[5] Schleiermacher lebih dikenal sebagai pengkhotbah daripada filsuf. Meski demikian, kesibukannya dengan hermeneutika mewarnai karir intelektualnya sejak ia mengajar di Halle pada tahun 1805 sampai pada kematiannya.[6] Sceri meninggal di Berlin pada hari Rabu 12 Februari 1834 karena radang paru-paru.[7]
B.     Latar Belakang Intelektual
Schleiermacher dalam uraiannya banyak juga dipengaruhi oleh penasihatnya, seperti misalnya Friedrich Ast, Schleiermacher mendapat ide untuk mengamati isi sebuah karya dari dua sisi: sisi luar dan sisi dalam. Aspek luar sebuah karya (teks) adalah aspek tata bahasa dan kekhasan linguistik lainnya. Aspek dalam adalah ‘jiwa’nya (Geist). Bagi Ast sendiri, tugas hermeneutik adalah membawa keluar makna internal dari suatu teks beserta situasinya menurut zamannya. Ast membagi tugas itu ke dalam tiga bagian, yaitu: sejarah, tata bahasa, dan aspek kerohaniannya (geistige). Korespondensi antara ketiga bagian atau taraf pemahaman itu juga merupakan tiga taraf penjelasannya, yaitu: hermeneutik atas huruf (hermeneutics des Buchstabens) yang merupakan ‘bahan baku’ sebuah teks, hermeneutik atas makna (hermeneutics des Sinnes) atau ‘bentuk’ teks, dan hermeneutik atas aspek kejiwaan (hermeneutic des Geistes), atau ‘jiwa’ teks.[8]
Seorang filsuf yang juga mempengaruhi gagasan Schleiermacher adalah F.A. Wolf yang mendeskripsikan hermenetik sebagai seni memahami makna sebuah teks. Menurut Wolf, juga ada tiga taraf atau jenis hermeneutik atau interpretasi, yaitu: interpretasi gramatika, historis dan retorik. Interpretasi gramatikal berhubungan dengan bahasa, interpretasi historis dengan fakta waktu, sedangkan interpretasi retorik mengontrol kedua jenis interpretasi yang terdahulu.[9]
Dalam bukunya yang berjudul Compendium, Ast mengatakan tata bahasa, hermeneutik dan kritik secara bersama-sama merupakan disiplin-disiplin ilmu yang  berhubungan namun tidak saling menambah satu sama lain. Sedangkan Wolf, di pihak lain menyatakan bahwa ketiga hal itu sendiri tidak memadai jika dijadikan sebuah organon untuk ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang sudah lampau. Ketiga hal tersebut masih harus ditambah dengan kefasihan gaya dan seni yang mencakup juga hal-hal yang bersifat klasik.[10]
C.    Hermeneutika Schleiermacher
Schleirmacher menyatakan bahwa konsep dasar dari hermeneutika adalah filsafat. Karena filsafat merupakan bagian dari seni berpikir. Hermeneutika sebagai seni memahami diungakapkan oleh Schleirmacher sebagai berikut : “Semenjak seni berbicara dan seni memahami berhubungan satu dengan yang lain, maka berbicara hanya merupakan sisi luar dari berpikir, dan hermeneutika merupakan bagian dari seni berpikir itu, oleh karenanya bersifat filosofis”, lebih lanjut ia mengatakan bahwa tugas hermeneutika ada dua: (1) Interpretasi Gramatikal, dan (2) Interpretasi Psikologis. Interpretasi Gramatikal ini merupakan syarat berpikir setiap orang dan Interpretasi Psikologis yang memungkinkan seseorang untuk menangkap “setitik cahaya” dari pribadi penulis.[11]
Penjelasan lebih lanjut mengenai kedua interpretasi di atas adalah sebaga berikut : Pertama, aspek gramatikal: yang merupakan intisari dari keseluruhan pemikiran atau perkataan seseorang yang diungkapkan dalam tertib berbahasa. Kedua, yakni aspek psikologis meliputi latar belakang personal dari kehidupan penulis yang menggerakkannya dalam ekspresi bahasa demikian.
Schleiermacher percaya bahwa pemahaman suatu tuturan atau ucapan (bahasa), baik verbal maupun tertulis, niscaya melingkupi dua aspek tersebut. Pertama, terkait dengan pemahaman akan suatu ekspresi yang hanya berhubungan dengan bahasa sebagai wadahnya. Tiap ucapan harus dilihat sebagai bentukan suatu bagian dari sistem linguistic interpersonal yang ada (Sprache). Kedua, ekspresi tersebut harus juga bisa dilihat sebagai bagian dari proses hidup sang penutur pembicara; sejarah internal atau mentalnya.[12]
Dengan demikian, menurut Schleiermacher ada dua pendekatan untuk dapat menelusuri keasingan suatu teks. Kedua pendekatan ini bisa dibedakan, namun tidak boleh dipertentangkan. Sebab keduanya saling memerlukan dan melengkapi satu sama lain.
Pertama, pendekatan objektif yang berdasarkan bahasa atau gramatika. Dalam pendekatan gramatikal, pemahaman atas suatu teks dicapai melalui penelitian objektif atas arti kata-kata di dalam teks itu, gaya bahasa, etimologi, dan tata-bahasa yang dipakai oleh si penulis. Pendekatan gramatikal adalah upaya rekonstruksi konteks linguitik-historis suatu teks; aturan-aturan sintaksis suatu komunitas bahasa dimana teks itu ditulis.
Kedua, pendekatan subjektif dengan memperhatikan psikologi si penulis (interpretasi psikologis atas teks).[13] Untuk mengerti suatu teks dari masa lampau, penafsir perlu keluar dari zamannya, merekonstruksi zaman pengarang dan menampilkan kembali keadaan dimana pengarang dahulu berada pada saat ia menulis teksnya. Penafsir harus menyamakan diri dengan pembaca yang asli, yang menjadi sasaran utama tulisan tersebut. Penafsir merekonstruksi pemikiran, perasaan, dan maksud si pengarang, gaya bahasa yang dipakainya, dan keunikannya. Dengan demikian, penafsir seolah-olah harus pindah ke dalam hidup batin pengarang.
Pendekatan gramatikal merupakan pendahuluan (preliminary) menuju suatu pemahaman psikologis yang akan menuntut kita untuk, melalui, teks kembali kepada orang yang memroduksi teks tersebut pada awalnya. Pemahaman adalah pemahaman terhadap orang lain (other people) secara individual, tidak sekadar makna-makna atau konsep-konsep yang sifatnya umum dan supra-individual. Kedua pendekatan tersebut, baik gramatikal maupun psikologis, adalah dua pendekatan yang saling melengkapi.[14]
Jadi, bagi Schleiermacher, pemahaman yang tepat atas suatu teks akan tercapai bila pembaca memiliki pengetahuan bahasa yang dipakai oleh teks itu, entah itu bahasa sendiri, maupun bahasa asing dan pengetahuan tentang psikologi si penulis itu.
Oleh karena itu, untuk memahami pernyataan-pernyataan pengarang, seseorang harus mampu memahami bahasanya sebaik memahami kejiwaanya. Semakin seseorang paham dengan suatu bahasa dan psikologi pengarang, ia akan semakin lengkap interpretasinya. Hal ini karena kompetensi linguistik dan kemampuan mengetahui seseorang akan menentukan keberhasilannya dalam bidang seni interpretasi. Namun, pengetahuan yang lengkap tentang kedua hal tersebut kiranya tidak mungkin sebab tidak ada hukum-hukum yang dapat mengatur bagaimana memenuhi kedua persyaratan tersebut .[15]
Meskipun demikian, Schleirmacher menawarkan sebuah rumusan positif dalam bidang seni interpretasi, yaitu rekonstruksi historis, objektif dan subjektif terhadap sebuah pernyataan. Dengan rekonstruksi objektif-historis, ia bermaksud membahas awal mulanya sebuah pernyataan masuk dalam pikiran seseorang. Schleirmacher sendiri menyatakan bahwa tugas hermeneutik adalah memahami teks “sebaik atau lebih baik lagi dari pengarangnya sendiri” dan “memahami pengarang teks lebih baik daripada memahami diri sendiri”.[16]
Menurut Schleirmacher, penafsir harus memiliki pandanngan yang menyeluruh sebelum ia melakukan interpretasi lebih cermat. Bahkan hal ini mungkin juga menuntut suatu pemahaman awal atas objek atau peristiwa yang ditanyakan itu.[17] Dari sinilah penafsir mulai dengan suatu teori tentatif atau konsep awal. Ia akan mulai dengan pengandaian atau hipotesis yang akan diperteguh atau malah musnah, tergantung pada data yang dipilih. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara metode observasi ilmiah, hipotesis, eksperimen, teori, hukum dan metode yang diajukan oleh Schleirmacher.
Schleirmacher mengatakan bahwa : “Pemahaman bisa kita peroleh dengan melihat bagaimana semua bagian itu berhubngan satu sama lain. Rekonstruksi menyeluruh koherensi suatu teks tidak akan pernah lengkap jika detail-detailnya tidak diperhatikan”.[18] Keseluruhan ini adalah metode hermeneutik, suatu proses memahami dan interpretasi.
Ada beberapa taraf memahami, demikian juga dengan interpretasi. Taraf pertama ialah interpretasi dan pemahaman mekanis : pemahaman dan interpretasi dalam kehidupan kita sehari-hari, di jalan-jalan, bahkan di pasar, atau di mana saja orang berkumpul bersama untuk berbincang-bincang tentang topik umum. Taraf kedua ialah taraf ilmiah : dilakukan di universitas-universitas, di mana diharapkan adanya taraf pemahaman dan interpretasi yang lebih tinggi. Taraf kedua ini dasarnya adalah kekayaan pengalaman dan observasi. Taraf ketiga ialah taraf seni : di sini tidak ada aturan yang mengikat atau membatasi imajinasi. Meskipun demikian, setelah mengadakan penelitian dalam mengupayakan metode terbaik untuk hermeneutik,  Schleirmacher merasa bahwa semua penelitian itu sia-sia saja.[19]
Sering terjadi bahwa sebuah kata atau kalimat sudah dianggap cukup menerangkan sebuah teks yang sulit. Merupakan hal yang biasa terjadi pada seseorang yang duduk di meja kerjanya selama berhari-hari tana berhasil memahami atau atau membuat interpretasi atas sebuah naskah, namun tiba-tiba saja ‘secercah cahaya’ melintas dibenaknya dan seluruh naskah itu menjadi jelas. Schleirmacher menyatakan bahwa ini bisa saja terjadi karena pikiran kita seringkali hanya kita perlakukan sebagai sebuah benda, padahal kenyataannya pikiran kita itu adalah suatu act atau kegiatan. Pikiran kita adalah sebuah proses yang “mengalir” dan bukan sekedar fakta yang serba komplet. Oleh karena itu, kita memerlukan suatu ‘pandangan ke dalam’ (Anschauung) atau intuisi yang tidak membingungkan bila kita ingin memahami suatu teks.[20]
D.    Kontribusi Schleiermacher Dalam Hermeneutika
Dalam dunia Hermeneutika, Schleiermacher dikenal sebagai orang yang pertama kali memberkan konsep penting tentang de-regionalisasi. Konsep ini dikemukakan dengan tujuan utamanya yaitu untuk mengekstrak suatu persoalan umum dari aktivitas interpretasi yang berbeda-beda. Pada zamannya, sudah ada dua corak interpretasi yang berkembang, yaitu interpretasi atas teks-teks klasik, terutama teks Yunani-Latin, dan tafsir atas kitab suci. Dia ingin menggagas bagaimana agar interpretasi filologi dan interpretasi biblikal mencapai tingkat seni tafsir, yang bukan sekadar kumpulan tata-cara dan kaidah yang tidak saling berkaitan.[21] Menurut Schleiermacher, seni tafsir seperti ini adalah seni untuk menghindari kesalahpahaman.
Schleiermacher juga bisa dikatakan telah mengadakan revolusi Copernican terhadap teori hermeneutika sebelumnya, karena ia tetap berpegang pada keutamaan tafsir filologis yang mensyaratkan kemampuan gramatikal. Dia pun mengakui pentingnya diperhatikan syarat-syarat kemungkin sebuah interpretasi mampu menemukan kesalahpahaman dan menghindarinya. Inilah elemen kritis yang diambil dari Kant sebagai penopang tradisi romantik yang jadi pijakannya.[22]
Bagi Schleiermacher, tugas hermeneutika adalah mengisolasi proses pemahaman sehingga muncul metode hermeneutika yang independen. Dengan begini ia tidak menggunakan hermeneutika yang hanya terpaku pada persoalan bahasa asing atau teks-teks tertulis (kitab suci atau buku-buku klasik). Interpretasi seperti inilah yang ia sebut sebagai interpretasi objektif, mengincar “bahasa umum atau bersama” sembari tidak mengindahkan pengarang.[23] Komentar terhadap pemikiran Schleiermacher ini ada yang menilai positif karena ia objekif pada penelitiannya, dan ada yang menilai negatif karena ia tidak mengindahkan pengarang, sebaliknya ia menentukan batasan pemahaman itu sendiri. Sebab ituah ia memiliki dua interpretasi dalam hermeneutika, yaitu interpretasi linguistik dan interpretasi teknis atau psikologis.
III. Kesimpulan
Nama lengkapnya adalah Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher. Ia lahir pada tanggal 21 November 1768 M di Breslau, Silecia yang sekarang masuk wilayah Polandia. Tokoh yang dibesarkan dalam keluarga Protestan ini sudah dipersiapkan untuk memimpin jemaat. Orang tuanya memberi pendidikan yang baik, dan dia sendiri menunjukkan bakat yang khusus sebagai pengkhotbah, sehingga ia dikirim ke sebuah seminari dia Barby/Elbe. Di sana Schleiermacher berkenalan dengan kepustakaan ilmiah dan filosofis serta roman-roman non religius, antara lain yang ditulis oleh Goethe, sehingga ia mulai bimbang untuk menjadi pengkhotbah atau ilmuwan. Dia pun memutuskan untuk studi filsafat, teologi, filologi di Universitas Halle, dan di situ dia untuk pertama kalinya membaca filsafat kritis Kant. Dari sini ia menjadi tertarik untuk mendalami filsafat dan mencoba untuk menemukan konsep yang baik sebagai seni dalam hermeneutika.
Dalam uraiannya tentang konsep dalam hermeneutika, Schleiermacher banyak juga dipengaruhi oleh penasihatnya, seperti misalnya Friedrich Ast. Schleiermacher mendapat ide untuk mengamati isi sebuah karya dari dua sisi: sisi luar dan sisi dalam. Aspek luar sebuah karya (teks) adalah aspek tata bahasa dan kekhasan linguistik lainnya. Aspek dalam adalah ‘jiwa’nya (Geist).
Schleirmacher menyatakan bahwa konsep dasar dari hermeneutika adalah filsafat. Karena filsafat merupakan bagian dari seni berpikir. Hermeneutika sebagai seni memahami diungakapkan oleh Schleirmacher sebagai berikut : “Semenjak seni berbicara dan seni memahami berhubungan satu dengan yang lain, maka berbicara hanya merupakan sisi luar dari berpikir, dan hermeneutika merupakan bagian dari seni berpikir itu, oleh karenanya bersifat filosofis”, lebih lanjut ia mengatakan bahwa tugas hermeneutika ada dua: (1) Interpretasi Gramatikal, dan (2) Interpretasi Psikologis. Secara garis besar, pemikiran Schleirmacher tentang konsep yang benar dalam hermeneutika adalah objektif, yaitu menggunakan hermeneutika untuk mengkaji suatu kajian berdasarkan teksnya dengan disertai kajian mendalam dari segi psikologis pengarangnya.
Adapun kontribusi Schleiermacher dalam bidang hermeneutika, ia dikenal sebagai orang yang pertama kali memberkan konsep penting tentang de-regionalisasi. Konsep ini dikemukakan dengan tujuan utamanya yaitu untuk mengekstrak suatu persoalan umum dari aktivitas interpretasi yang berbeda-beda. Selain itu, ia juga bisa dikatakan telah mengadakan revolusi Copernican terhadap teori hermeneutika sebelumnya, karena ia tetap berpegang pada keutamaan tafsir filologis yang mensyaratkan kemampuan gramatikal.



Daftar Pustaka
Adian, Donny Gahral, Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif, Yogyakarta: Jalasutra, 2006.
Hardiman, F. Budi, Seni Memahami, DIY: Penerbit Kanisius, 2015.
Kuswaya, Adang, Pemikiran Hermeneutika Hassan Hanafi, Salatiga : STAIN Salatiga Press, 2009.
Mueller, Bdk, Kurt Mueller-Vollmer, “Introduction”, dalam buku The Hermeneutik Reader, edtr. Kurt Mueller-Vollmer, Oxford: Basil Blackwell, 1986.
Muzir, Inyiak Ridlwan, Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer, Yogyakarta : Ar-Rūzz Media, 2008.
Sumaryono, E. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2013. cet.12.




[1] F. Budi Hardiman, Seni Memahami, (DIY: Penerbit Kanisius, 2015), 27-28.
[2] E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2013) cet.12, 35-36.
[3]Ibid., 36.
[4] F. Budi Hardiman , Seni Memahami, 28.
[5] E. Sumaryono, Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat, 36.
[6] F. Budi Hardiman, Seni Memahami, 29.
[7] E. Sumaryono, Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat, 37.
[8] Ibid., 39-40.
[9] Ibid., 40.
[10] Ibid., 40-41.
[11] Adang Kuswaya, Pemikiran Hermeneutika Hassan Hanafi, (Salatiga : STAIN Salatiga Press, 2009) 33.
[12] Bdk. Mueller, Vollmer, Kurt, “Introduction”, dalam buku The Hermeneutik Reader, edtr. Kurt Mueller-Vollmer, (Oxford: Basil Blackwell, 1986) 10.
[13] Pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang di kemudian hari lebih ditekankan oleh Schleiermacher dibanding pendekatan gramatikal.
[14] Adian, Donny Gahral, Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006) 270.
[15] E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, 41.
[16] Ibid., 41.
[17] Ibid., 42.
[18] Ibd.,  42.
[19] Ibid., 43.
[20] Ibid. 43-44.
[21] Inyiak Ridlwan Muzir, Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer, (Yogyakarta : Ar-Rūzz Media, 2008) 70.
[22] Ibid., 71-72.
[23] Ibid., 72.

0 komentar:

Posting Komentar