QIRA’AT LANGGAM JAWA DALAM PERSPEKTIF
HADIS
Oleh : Joko
Supriyanto
I.
Latar Belakang
Masalah
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang
diturunkan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā secara mutawatir kepada
Rasululah Ṣallallah Alayhi wa Sallam sebagai wahyu untuk menunjukkan
kerasulannya sekaligus sebagai pedoman hidup bagi umat manusia umumnya dan umat
Islam khususnya. Banyak sekali kemukjizatan yang terkandung dalam al-Qur’an,
bukan hanya terletak pada setiap kalimat dan lafaẓnya, tetapi juga
terletak pada setiap hurufnya.
Sebagaimana yang disampaikan hadis
Rasulullah Ṣallallah Alayhi wa Sallam :
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ
اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لاَ أَقُولُ الم
حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ.[1]
Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah (al-Qur’an), maka baginya terdapat kebaikan, dan
kebaikan itu setara dengan sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan alif lām
mīm itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lām satu
huruf, dan mīm satu huruf.
Selain
kemukjizatan yang terdapat pada setiap huruf, kemukjizatan lainnya ada dalam
lafadz al-Qur’an, yang salah satunya terletak pada cara pembacaannya, atau
biasa disebut dengan qira’at. Bacaan atau qira’at ini sudah ada
pada masa nabi, yang kemudian diajarkan dan diterima oleh generasi ke generasi
dengan mata rantai yang mutawatir dan terpelihara dari segala bentuk
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu sampai sekarang masih ada qira’at
sab’ah, qiraat mutawatir yang sudah diakui kebenaran riwayatnya yang sampai
pada Nabi Ṣallallah Alayhi wa Sallam.
Dalam hal qira’at,
Rasulullah Ṣallallah Alayhi wa Sallam selain memerintahkan membaca
al-Qur’an dengan baik dan benar, beliau juga pernah memerintahkan untuk memperindah
suara ketika kita membaca al-Qur’an, dengan sabda beliau yang berbunyi :
زَيِّنُوا
الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ[2]
Perindahlah al-Qur’an dengan suara-suara
kalian.
Oleh karena itu,
wajar saja banyak orang yang mempelajari
seni baca al-Qur’an. Namun seiring berkembangnya zaman, ragam-ragam seni bacaan
al-Qur’an juga sudah banyak bermunculan dan disesuaikan dengan lingkungannya,
termasuk salah satunya adalah ragam bacaan al-Qur’an dengan menggunakan langgam
jawa. Seperti yang terjadi pada baru-baru ini, telah muncul pertentangan
dikalangan intelektual dan akademisi tentang langgam jawa yang digunakan oleh
seorang qari’ dalam membaca al-Qur’an pada acara Isra’ Mi’raj di Istana Merdeka
yang sempat menjadi trending topic, baik di dunia maya maupun di diskusi-diskusi
dan kajian akademisi.[3]
Sebagian golongan
berpandangan bahwa membaca al-Qur’an dengan langgam jawa merupakan unsur
berlebih-lebihan atau takalluf dalam membaca al-Qur’an dan mengikutkan bacaan
al-Qur’an ke dalam alunan lagu atau langgam sehingga menimbulkan kesalahan dan
merusak arti yang dibaca. Golongan ini menggunakan argumen dari hadith Nabi
Muhammad Ṣallallah Alayhi
wa Sallam yang diriwayatkan oleh al-Hudhaifah, yaitu:
اقرءوا
القرآن بلحون العرب وأصواتها، وإيّاكم ولحون أهل الفسق، فإنّه سيجيء من بعدي قوم
يرجّعون القرآن ترجيع الغناء والرّهبانيّة والنّوح، لا يجاوز حناجرهم، مفتونة
قلوبهم وقلوب الّذين يعجبهم شأنهم.[4]
Bacalah al-Qur’an dengan irama dan suara orang Arab, jauhilah irama dan
lagu ahli fasiq, maka sesungguhnya akan datang setelahku sebuah kaum membaca
al-Qur’an seperti menyanyi dan mengeluh, tidak melampau tenggorokan mereka,
hati mereka tertimpa fitnah dan hati orang yang mengaguminya”.
Sedangkan sebagian
golongan yang lain, berpandangan bahwa membaca al-Qur’an dengan langgam jawa
atau dengan langgam nusantara, dapat dibenarkan selama masih dalam koridor
kaidah ilmu tajwid dan menyelaraskan makhārij al-Huruf Arab yang paten. Pandangan
ini didasarkan pada hadis-hadis tentang diperbolehkannya membaca
dengan lebih dari satu huruf dan didukung oleh fakta sejarah ilmu qira’at.
أَقْرَأَنِي
جِبْرِيلُ عَلَى حَرْفٍ، فَلَمْ أَزَلْ أَسْتَزِيدُهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَى
سَبْعَةِ أَحْرُفٍ[5]
Dengan adanya
hadis di atas, sejarah mencatat bahwa ragam bacaan dalam al-Qur’an telah
terjadi sejak zaman Nabi dan beliau pun ketika didatangi oleh Jibril untuk
membaca al-Qur’an dengan satu huruf, beliaupun mengajukan permohonan kepada
Jibril untuk dimintakan keringanan kepada TuhanNya agar diringankan dalam
membaca al-Qur’an. Setelah melakukan negosiasi yang panjang antara Nabi
Muhammad Ṣallallah Alayhi wa Sallam dengan TuhanNya melalui Jibril Alayhi
al-Salam, diberilah kemudahan kepada Nabi Muhammad Ṣallallah Alayhi wa
Sallam dan seluruh umatnya untuk membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf
sebagai bentuk kasih sayang.
Dari semua
pemaparan di atas, kemudian muncul pertanyaan bagaimanakah hukum membaca
al-Qur’an dengan langgam-langgam lain, terutama langgam jawa yang menjadi pokok
bahasan dalam karya ilmiyah ini?, Bagaimanakah makna hadis yang sebenarnya yang
dijadikan dalil oleh sebagian ulama’ untuk menentang qira’at langgam jawa ini?,
serta apakah ada batasan-batasan tertentu yang menjadikan legal suatu bacaan
atau bisa dikatakan tidak menyimpang dari kaidah lahn al-‘Arāb?
Dalam rangka menemukan
jawaban dari pertanyaan di atas, peneliti akan mengkajinya dari berbagai aspek.
Namun untuk lebih spesifikasi, pembahasan peneliti lebih fokus pada sorotan ilmu ma’āni al-hadīth terhadap hadis yang memerintahkan untuk membaca al-Qur’an
dengan lahn al-‘Arab, karena dengan mengetahui makna hadis
ini yang sesungguhnya, kita akan bisa mengetahui apakah qira’at dengan lahn al-‘Arab itu wajib
sehingga implikasinya ketika kita membaca al-Qur’an dengan tidak menggunkan lahn
al-‘Arab, maka bacaan kita menjadi tidak sah dan bisa saja
membuat kita berdosa. Namun kalau membaca al-Qur’an dengan lahn al-‘Arab
itu hanya sekedar cara yang sesuai karena tidak melanggar kaidah tajwid dan
ketentuan-ketentuannya serta tidak takalluf, berarti kita boleh
menggunakan qira’at lain selain Arab asalkan ketentuan tersebut tetap terpenuhi.
Dengan menggunakan
pendekatan ma’āni al-hadīth dan sedikit menambahkan tentang kritik
sejarah, peneliti berkeinginan untuk memperjelas makna hadis yang digunakan untuk
menentang qiraat dengan langgam jawa ini, dan nantinya sekaligus menjawab hukum
diperbolehkan atau tidaknya membaca al-Qur’an dengan langgam jawa. Oleh
karena itu, dengan mengkaji pandangan-pandangan di atas, diharapkan akan didapatkannya seperangkat pengetahuan secara akademis
yang bisa dipertanggung jawabkan.
II.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum membaca al-Qur’an menggunakan dialek atau
langgam jawa?
2. Apa hakikat makna
hadis yang dijadikan dalil sebagian Ulama’ untuk menentang qira’at langgam jawa,
serta sesuaikah dalil yang digunakan untuk mendukungnya?
3. Apa batasan-batasan
yang menjadikan sahnya qira’at sehingga tidak sampai ke unsur takallūf?
III.
Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan:
1. Hukum membaca
al-Qur’an dengan dialek atau langgam selain Arab, khususnya langgam jawa.
2.
Subtansi pemikiran dan pandangan yang diajukan
oleh golongan yang melarang pembacaan qira’at dengan laggam jawa, serta
mengulas subtansi pemikiran dan pandangan yang diajukan oleh golongan yang
setuju terhadap adanya pembacaan qira’at dengan laggam jawa atau tidak melarangnya.
3. Batasan-batasan yang
bisa melegalkan qira’at dan tetap sesuai dengan lahn al-ārab dan tidak
termasuk takalluf.
Kemudian untuk manfaatnya, hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk hal-hal sebagaimana berikut:
1. Secara teoritis, mampu memberikan sumbangsih pemikiran dan
memperkaya khazanah keislaman.
2. Secara praktis, dapat mengetahui secara komprehensif terhadap pandangan-pandangan yang bersebrangan
tentang qira’at langgam jawa.
IV.
Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelusuran penulis terhadap
penelitian-penelitian maupun karya sebelumnya, belum ada satu pun buku yang secara
khusus membicarakan tentang Qira’at
langgam jawa ini, baik itu dari pandangan tokoh maupun yang di lihat
secara leteratur hadis. Selain itu, penulis pun tidak menemukan skripsi atau
penelitian hadis mengenai hal ini.
Namun
sekedar komentar atau pendapat yang berkaitan dengan Qira’at langgam jawa ini
sudah pernah ada, salah satunnya yang dilakukan oleh Habib Zain bin Smith
al-Madani dengan diwakili muridnya al-Habib Hafidhahullah. Beliau pernah
berfatwa ketika diwawancarai oleh pihak NU garis lurus dengan berkata:[6]
Jika
Lagu-lagu itu di pakai oleh para penyanyi orang-orang fasik, dan di Rasa
mengurangi makna-makna yang ada di dalam al-Qur’an atau merendahkan Al-qur’an
maka hukumnya Haram.
Karena Kaum Muslimin Harus menghormati Al-qur’an, baik itu dari sisi
Baca’an nya, Tilawah nya serta Lagu nya.
Adapun jika tidak demikian, maksud nya Tidak merubah makna-makna
Al-qur’an yang telah di sepakati Oleh Para ahli Lughoh dan Ahli Tafsir yang
Muktabarah, dan tidak di rasa merendahkan, Maka itu Boleh.
Keluar dari
khilaf adalah Mustahāb, Thariqah Kami adalah mengambil pendapat Yang lebih
berhati-hati.
Catat ini
dan sebarkan kepada semua Thalabah Hingga Tidak terjadi Fitnah Antara Mereka
dan Antara Kaum Muslimin.
Ini membuktikan bahwa kajian Qira’at langgam jawa dalam
perspektif hadis ini adalah sesuatu hal yang baru, dan perlu diteliti lebih
lanjut untuk mempertegas hukum menggunakannya.
V.
Kerangka Teori
Penelitian
ini merupakan penelitian pemahaman matan suatu hadis. Peneliti menggunakan
teori ilmu ma’āni al-hadīth,
yaitu ilmu yang berusaha memahami matan hadis secara tepat dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengannya atau
indikasi yang melingkupinya. Abdul Mustaqim, mengatakan bahwa : “Ilmu ma’āni al-hadīth
adalah ilmu yang mengkaji tentang bagaimana memaknai dan memahami hadis Nabi
Muhammad Salla Allah ‘Alaihi wa sallam ketika menyampaikan hadis, dan
bagaimana menghubungkan teks hadis masa lalu dengan konteks kekiniian, sehingga
diperoleh pemahaman yang relatif lebih tepat, tanpa kehilangan relevensinya
dengan konteks kekinian.”[7]
Setelah
kita menentukan otentisitas suatu hadis, langkah selanjutnya kita melakukan
suatu kajian. Kajian disini yaitu melingkupi kajian linguistik. Mengingat
bahwasan hadis tersebut diturunkan dalam bahasa arab. Tak lupa kita harus
melihat ke kebelakang tentang situasi hadis tersebut bagaimana keadaan hadis
tersebut muncul. Termasuk juga kapasitas hadis itu, apakah hadis itu shahih,
hasan atau dzaif sehingga kita dapat menjadikannya hujah.
Langkah
selanjutnya yaitu kajian cermat terhadap situasi kekinian. Jadi hadis tersebut
kita terapkan dengan situasi pada masa kini atau dengan masalah apa yang akan
kami teliti. Sehingga kita dapat mengamalkan pesan dalam hadis tersebut.[8]
VI.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian
kualitatif yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari suatu objek yang dapat diamati dan diteliti[9]. Penelitian ini digunakan untuk mendapatkan
data yang komprehensif tentang pandangan-pandangan para pengingkar ragam bacaan
dalam al-Qur’an beserta kritik ulama terhadapnya.
Penelitian ini terfokuskan
pada penelitian kepustakaan atau Library Reseach,[10] yaitu penelitian yang sumber datanya
terdiri dari atas bahan-bahan yang telah dipublikasikan, baik dalam bentuk kitab,
buku, majalah, maupun berupa literatur lain berbahasa Arab, Inggris dan
Indonesia yang dianggap representatif dan memiliki relevansi dengan objek yang
sedang diteliti.Sedangkan teori yang digunakan oleh peneliti adalah teori ma’āni
al-hadīth, yaitu sebuah teori untuk mengidentifikasi makna hadis secara
komprehensif.
2. Sumber Rujukan
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini ada tiga macam, sumber primer, sekunder dan sumber data tersier:
a.
Sumber data primer adalah karya-karya yang berkaitan
dengan ilmu Qira’at, Ulūm al-Hadīth dan Ulūm al-Qur’an,
seperti al-Nashr fi Qira’at al-‘Ashr, karya Muhammad al-Jazariy, al-Qira’at
fi Nazr al-Mustasriqin wa Mulhidin, karya al-Qadiy, al-Hujjah Fī
Qirā’ati al-Sab’a karya al-Husain Abu Abdillah bin Ahmad dan al-Mu’jam
al-Ausaṭ karya Sulaiman bin Ahmad bin Ayub al-Ṭabrani.
b.
Sumber sekunder adalah
literatur yang ditulis oleh orang lain yang memiliki relevansi dengan
pembahasan yang terdapat dalam buku-buku atau artikel-artikel umum seperti buku
kajian Islam, ensiklopedia, majalah, dan lain-lain.
Sedangkan data-data atau literatur yang
akan peneliti gunakan untuk melengkapi sumber sekunder adalah yang memiliki
relevansi dengan pandangan seperti:
1) Al-Burhān Fī Ulūm al-Qur’an, karya al-Zarkasyi.
2) Manāhil al-Irfān, karya ‘Abdul ‘Aẓīm al-Zarqaniy.
3) Al-Qira’at
Ahkāmuhā wa Maṣdāruhā, karya Sha’bān Muhammad ‘Isma’il.
4) Rasm al-Mushaf al-Uthmāni wa Auhām al-Mustasyriqīn Fī Qirā’at
al-Qur’an, karya
Abdul Fattah Isma’il Shalabiy.
5) Safahāt Fī Ulūm
al-Qirā’at, karya Abdul Qayyūm al-Sanadiy.
6) Ahruf
al-Qur’āniyat al-Sab’ah, karya al-Maṭrudiy.
7) Al-Qirā’at
al-Qur’āniyah, karya Abd al-Hādi
al-Fadliy.
c. Data tersier, yaitu data dari internet, karya ilmiah, diktat
kuliah dan data yang terkait dengan judul penelitian yang penulis tulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dukomenter terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Pengumpulan data dan informasi diperoleh dari bahan pustaka berupa
arsip, dukomen, majalah, buku, kitab dan materi pustaka lainnya yang memiliki
relevansi dengan penelitian yang dilakukan.
Dalam operasionalnya,
pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan, membaca dan menelaah berbagai
buku atau kitab mengenai hal yang terkait dengan ragam bacaan al-Qur’an.
4. Analisis Data
Analisis data adalah
penguraian dan penelaahan suatu pokok atas berbagai
bagiannya serta menghubungkan antar bagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Jadi analisis data adalah
penelaahan dan penguraian
atas data hingga menghasilkan kesimpulan.[11]
Metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode diskriptif-analitik.[12]Karena
data yang diperoleh dari kepustakaan bersifat kualitatif, berupa
pernyataan-pernyataan verbal dan bukan data dalam bentuk angka-angka.[13]
Selanjutnya peneliti akan menghimpun data-data sejarah yang meliputi situasi sosial kemasyarakatan dan politik. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi seputar
pandangan-pandangan para pengingkar ragam bacaan dalam al-Qur’an beserta
kritiknya.
VII.
Sistematika
Penulisan
Secara
garis besar, sistematika penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, berisi pendahuluan yang
memuat; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan diakhiri dengan
sistematika penulisan.
Bab Kedua, menjelaskan pengertian qira’at
langgam jawa, penjelasan hadis-hadis
tentang bacaan al-qur’an, ketentuan-ketentuan qira’at
yang dibenarkan, dan qira’at
menurut sekte dalam Islam; syiah, muktazilah dan sunni.
Bab Ketiga, berisi tentang kritikan terhadap qira’at
langgam jawa disertai analisis pemikirannya.
Bab Kelima, berisi
penutup, yang memuat kesimpulan dan saran.
[1]
Muhammad bin ‘Isā bin Thaurāh
al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Beirut: Dār al-Gharib al-Islamy,
1999) juz 5, 25. Hadis ke 2910.
[2] Abu Dawud Sulaiman al-Sijistāni, Sunan
Abi Dawūd, (Beirut: Maktabah al-‘Iṣriyah, t.th) juz 2, 74, no : 1468).
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Nasa’i.
[3] http://www.satuislam.org/nasional/jawaban-kontroversi-baca-al-quran-langgam-jawa/
diakses pada tanggal 24 Desember 2015.
[4]
Sulaiman bin Ahmad bin Ayub al-Ṭabrani,
al-Mu’jam al-Ausaṭ, (Kairo: Dār al-Haramain, t.th) juz 7, 183, no: 7223.
[5] Muhammad bin Isma’il al-Bukhari , Ṣahīh
Bukhari, (Mesir : Dār Ṭauq al-Najah, t.th) juz 4, 113, no. 3219.
[6] http://www.nugarislurus.com/2015/05/fatwa-habib-zain-bin-smith-madinah-al-quran-langgam-jawa-haram.html.
Diakses pada tanggal 24 Desember 2015.
[7]
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’ani Hadis Paradigma Interkoneksi: berbagai teori dan
Metedo Memahami Hadis Nabi, (t.tp: Erlangga, t.th), hal: 23.
[8]
Nurun Najwa, Ilmu Ma’ani Hadis: Metode Pemahaman Hadis Nabi, Teori dan
Aplikasi, (Yogyakarta: Cahaya Pustaka, 2008), hal: 18-19.
[9]
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2002), 3.
[10]
S. Arikanto, Prosedur Suatu Penelitian
Praktis (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 11.
[11]M.
Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu
Tafsir, 75.
[12]Koentjaraningrat,
Metode-metode Penelitian Masyarakat
(Jakarta: Gramedia, 1997), 61.
0 komentar:
Posting Komentar